Advokat senior dan pemerhati kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari partai Golkar mendukung keputusan Kapolda Bali untuk tidak akan melakukan penyidikan dan penyelidikan terkait kasus dugaan paedofil di ashram di Klungkung.
“Kami dukung pernyataan tegas Kapolda Bali. Sudah semestinya kasus yang tidak ada laporan dan tidak jelas juga siapa korban maupun terduga pelaku ini ditutup. Jangan lagi ada pihak-pihak yang mendongeng. Jangan dramalah!,” kata Togar Situmorang, Jumat (22/2/2019).
Advokat di Law Firm Togar Situmorang & Associates ini membenarkan pernyataan yang diberikan oleh Kapolda Bali, yaitu “bahwa hukum tidak bisa dinilai dari katanya”. Testimonium De Auditu yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain yang pada prinsipnya tidak dapat diterima sebagai alat bukti.
“Karena saksi menurut KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri,” ujar advokat yang dijuluki “panglima hukum” ini.
Advokat yang saat ini sedang menyelesaikan program Doktor (S-3) Ilmu Hukum di Universitas Udayana itu menerangkan sebagaimana diketahui berita kasus ini sudah terjadi dari beberapa tahun yang lalu. Namun saat ini kembali berkembang ketika Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) Arist Merdeka Sirait mengunjungi ashram Klungkung untuk menemui pengelolanya yang diduga melakukan perundungan seksual kepada anak-anak didiknya di ashram tersebut.
Togar Situmorang menilai jika ada kasus pedofilia dimanapun memang merupakan kejahatan serius yang penting untuk segera ditindaklanjuti. Karena di dalam Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 78 sudah diatur jelas. Bahwa setiap orang yang mengetahui terjadinya kekerasan dan dibiarkan, itu dapat dikategorikan sebagai ikut serta mendorong pelanggaran anak dan bisa dipidana lima tahun.
Namun caleg milenial itu juga menambahkan, untuk menindaklanjuti suatu kasus para penyidik harus lebih profesional bagaimana caranya mengumpulkan bukti-bukti agar dapat mengungkap kasus tersebut apabila memang benar terjadi.
Apalagi dugaan kasus di ashram ini sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Orang yang diduga sebagai korban juga enggan memberikan keterangan. Atau malah sebenarnya kasus ini tidak pernah ada dan hanya halusinasi sekelompok orang dan LSM tertentu yang punya agenda khusus ingin mengobok-obok ashram dan menghancurkan nama baik ashram serta Bali secara umum.
Penyidik juga tidak bisa memaksa karena sesuai pasal 5 huruf c Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, bahwa saksi dan korban berhak memberikan keterangan tanpa tekanan.
Togar Situmorang menambahkan, terkait informasi adanya rekaman pengakuan pelaku, bila benar ada rekaman tersebut, maka rekaman juga tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti yang berdiri sendiri tanpa didukung oleh alat bukti lain (seperti keterangan korban, saksi, surat, ahli dan petunjuk). Di mana pengakuan pelaku baru bernilai sebagai alat bukti bila diucapkan di depan sidang pengadilan (keterangan terdakwa).
Kasus Jangan Dipolitisasi untuk Pencitraan
Untuk itu Togar mengajak masyarakat untuk mari bersama-sama menjaga privasi anak-anak dan hak asasi anak-anak. “Jangan menilai dari katanya, tetapi harus faktanya. Karena kasus ini bukan kasus pedofilia seperti yang diberitakan di media massa lainnya. Jangan ada yang main drama atau cari panggung di kasus ini,” tegas Togar
Togar juga mengingatkan jangan sampai kasus ini hanya dipolitisir oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi punya agenda khusus ingin menghancurkan ashram dan mencemarkan nama baik tokoh-tokoh Hindu di Bali.
“Sudahlah, jangan ada yang menari-nari di atas penderitaan anak-anak ashram yang tertekan dan terintimidasi dengan pemberitaan dan isu kasus yang tidak benar. Kasihan mereka. Kami harapkan tegas dan jelas kasus ini tutup buku, tamat sesuai instruksi Kapolda Bali,” tutup Togar Situmorang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Bali menghentikan penyelidikan kasus dugaan pedofilia yang terjadi di salah satu asrama di Klungkung, Bali. Sebab, kasus dugaan pedofilia itu cenderung dimanfaatkan untuk pencitraan.
“Saya tidak mau melakukan penyelidikan ataupun penyidikan yang disebut dengan testimonium de audito. Saksi yang katanya, jadi sampai sekarang tidak ada bisa mengatakan itu, yang bilang justru orang tidak mengerti, ini justru mencederai daripada tugas kami kepolisian untuk menjaga privasi anak-anak, hak asasi anak-anak,” kata Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose di Denpasar, Bali, Rabu (20/2/2019) sebagaimana dilansir detik.com.
Golose menyebut para korban yang disebut-sebut sebagai anak-anak kini sudah dewasa. Golose tak mau kasus dugaan pedofilia itu ditunggangi untuk pencitraan pihak tertentu.
“Harus diingat bahwa kita harus mengamankan hak orang, pedofil ini dimunculkan pada tahun 2015 kejadiannya pada waktu sebelumnya. Jadi bayangin kemudian dieksplor oleh orang-orang tertentu yang hanya tidak punya reasoning yang baik, tidak punya dasar yang baik, hanya mau mengeksploitasi berita, untuk anak-anak yang notabene korbannya sudah dewasa. Kita harus lindungi privasinya, tetapi oleh oknum-oknum tertentu dimanfaatkan untuk pencitraan dan sebagainya,” sesalnya.
Dia menegaskan pihaknya serius mengusut kasus pedofilia. Hanya, untuk kasus ini, dia enggan mengusutnya karena banyak ditunggangi berbagai kepentingan.
“Saya sudah perintahkan tidak ada itu dan tidak ada yang bicara pedofilia, jangan kita mengangkat kata-kata ‘pedofilia’ kalau kita tidak punya dasar dan reasoning,” ujarnya.
“Jangankan korban, tersangka pun kita jaga. Jadi saya mohon pada jurnalis jangan munculkan pedofilia. Kami tegas menindak tapi kasus ini bukan kasus pedofilia yang seperti berita yang ada,” tegas Golose. (wid)