Pilwali Denpasar, Togar Situmorang Sebut Ini Bahayanya Jika Muncul Bakal Calon Walikota yang Suka Poligami

Foto: Pengamat kebijakan publik dan advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P.

Denpasar (Panglimahukum.com)-

Jargon tiga O yakni Otak, Otot dan Ongkos ibarat hampir menjadi salah satu syarat mutlak dan pintu masuk bagi seorang tokoh untuk bisa menjadi bakal calon kepada daerah dalam setiap perhelatan pesta demokrasi Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).

Syarat 3O ini juga kerap didengungkan jelang Pilkada Serentak Tahun 2020 di enam kabupaten/kota di Bali yakni Denpasar, Badung, Tabanan, Jembrana, Bangli, dan Karangasem.

Namun menurut pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., bekal tiga O ini saja tidak cukup jika tidak berlandaskan moralitas yang kuat dari seorang calon pemimpin.

“Kalau pemimpin tidak bermoral, punya 3O pun seorang pemimpin tidak ada artinya. Cepat atau lambat pasti menimbulkan masalah baru. Jadi kuncinya adalah di moralitas,” kata Togar Situmorang, Rabu (15/1/2020).

Togar Situmorang yang juga advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum ini pun mencontohkan seseorang bakal calon pemimpin atau bakal calon kepala daerah yang berpoligami (mempunyai istri lebih dari satu) walaupun punya tiga O sebagai salah satu syarat utama, sebenarnya tidak layak menjadi calon pemimpin.

“Istri saja bisa diselingkuhi kemudian berpoligami apalagi rakyatnya yang memilih, kan bisa dibohongi terus. Kan kasihan rakyatnya,” kata Advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Indonesia Most Leading Award 2019 dan terpilih sebagai The Most Leading Lawyer In Satisfactory Performance Of The Year ini.

Karenanya dalam perhelatan Pemilihan Walikota (Pilwali) Denpasar 2020, Togar Situmorang yang juga Dewan Pakar Forum Bela Negara Provinsi Bali ini mengajak masyarakat Denpasar khususnya generasi milenial untuk cerdas memilih calon pemimpinnya.

Masyarakat juga diminta berhati-hati dengan manuver politik jika ada tokoh yang mengaku-ngaku sebagai Bakal Calon Walikota Denpasar dan mengklaim diri dari kalangan milenial tapi ternyata moralitasnya patut dipertanyakan dan menjadi pelaku poligami.

“Anak-anak milenial jangan terkecoh dengan calon pemimpin yang ngaku milenial tapi suka poligami. Ngeri lho,” kata Togar Situmorang mengingatkan.

Advokat murah senyum dan bersahaja yang suka berbagi dengan anak yatim dan warga kurang mampu ini bahkan menyakini bakal calon pemimpin yang seperti itu pasti tidak akan berhasil mendapatkan kesempatan maju di Pilwali Denpasar. Partai politik tentu juga akan berpikir dua kali lipat mengusung kandidat yang akan berpotensi menjadi sumber masalah atau trouble maker.

Utamakan Pemimpin Bermoral

Bahkan ada juga partai politik seperti PSI (Partai Solidaritas Indonesia) Bali yang dengan tegas dan terang-terangan menyatakan menolak mendukung bakal calon kepala daerah yang melakukan poligami.

Hal ini, kata Togar Situmorang yang merupakan advokat yang terdaftar di dalam penghargaan 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank dan terdaftar di dalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019, PSI menunjukkan mementingkan aspek moralitas sebagai salah satu syarat dan kualitas utama seorang calon pemimpin.

“Betul itu PSI tolak dukung calon pemimpin yang poligami. Kami sangat dukung sikap PSI karena moral lebih diutamakan,” kata Togar Situmorang, advokat yang lebih memilih berbagi dengan anak yatim piatu dalam menyambut Natal dan Tahun Baru 2020 daripada pamer berlian, mobil dan mewah maupun cewek seksi.

Bakal calon pemimpin yang suka berpoligami, imbuh Togar Situmorang yang juga Ketua POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) Kota Denpasar, jelas tidak akan bisa berhasil membangun Kota Denpasar secara utuh.

Dia tidaknya akan mampu membawa Denpasar menjadi Kota  Cerdas (Smart City), Kota Kreatif, Kota Berwawasan Budaya, Kota Pusaka dan Kota Berwibawa. Ibukota provinsi Bali tidak boleh dipimpin oleh calon pemimpin yang tidak becus.

“Bagaimana mau pimpin Kota Denpasar kalau tidak jujur pada diri sendiri, kelola rumah tangga dan keluarga saja tidak bisa, lantas berpoligami. Istri saja bisa diselingkuhi apalagi rakyat yang memilih dan menaruh harapan besar. Ini bahaya,” tegas Togar Situmorang yang juga Ketua Hukum dari RS dr. Moedjito Dwidjosiswojo Jombang Jawa Timur ini.

“Karenanya kita harus suarakan dan viralkan Calon Walikota Milenial No Poligami. Jangan mau ditipu calon kaleng-kaleng,” tutup Panglima Hukum Togar Situmorang yang merupakan Founder dan CEO Law Firm Togar Situmorang dan Associates yang beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon Denpasar Bali (pusat) & Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Kesiman Denpasar Bali (cabang).

PSI Tolak Calon Poligami

Seperti diberitakan sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bali menegaskan tidak akan mendukung bakal calon kepala daerah yang ternyata berpoligami (mempunyai istri lebih dari satu).

“PSI akan mendukung bakal calon kepala daerah yang punya  track record bagus, dan tentunya tidak berpoligami,” tegas Ketua DPW PSI Provinsi Bali I Nengah Yasa Adi Susanto, di Denpasar, Rabu (15/1/2019).

Syarat tidak berpoligami tersebut juga diterapkan PSI Kota Denpasar dalam melakukan konvensi penjaringan Bakal Calon Walikota Denpasar untuk Pilkada Denpasar 2020.

Ada beberapa tokoh yang mendaftar di konvensi ini. Namun juga ada tokoh yang sudah sempat mengambil formulir pendaftaran konvensi namun hingga batas akhir pengembalian formulir yang bersangkutan tidak mengembalikan formulir.

Salah satu tokoh tersebut adalah tokoh asal Puri Tegal Denpasar, Pemecutan Dr. Anak Agung Ngurah Manik Danendra, S.H., M.H., M.Kn.,yang akbar disapa AMD.

Sebelumnya AMD juga digadang-gadang bakal maju sebagai Bakal Calon Walikota Denpasar lewat Partai Golkar namun tampaknya hal itu tidak akan terwujud. Malahan belakang AMD memberi sinyal kuat bakal maju sebagai calon independen atau perseorangan untuk Pilkada Denpasar.

“Saat konvensi PSI Denpasar sempat ada komunikasi dengan AMD yang sebelumnya juga merapat ke Golkar. AMD sempat ambil formulir tapi sampai batas akhir, formulir tidak dikembalikan,” terang Adi Susanto.

“Salah satu syarat konvensi adalah bakal calon kepala daerah tidak terlibat poligami. Kami tidak tahu apakah AMD berpoligami atau tidak, atau mungkin karena syarat lain. Yang jelas sampai penutupan konvensi, tidak ada kabar dari AMD,” papar Adi Susanto. (phm)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini