Togar Situmorang: Gubernur Koster Jangan Dikalahkan Mafia Tanah, Kembalikan Aset Pemprov di Bali Hyatt

Denpasar (Panglimahukum.com)-

Advokat senior dan pemerhati kebijakan publik Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., menegaskan komitmen Pemprov Bali khususnya Gubernur Bali sangat dinanti untuk mengambil kembali aset tanah Pemprov di Hotel Bali Hyatt, Sanur.  Apalagi DPRD Bali melalui Pansus Aset yang telah dibentuk sudah mengeluarkan rekomendasi  agar Gubernur Bali melayangkan gugatan secara perdata dan pidana.

“Jangan sampai terkesan Gubernur Koster dikalahkan mafia tanah. Harus ada sikap tegas dan upaya ekstra Gubernur mengembalikan aset Pemprov Bali, di Bali Hyatt,” tegas Togar Situmorang di Denpasar, Minggu (10/3/2019).

Pria yang juga caleg DPRD Bali  dapil Denpasar nomor urut 7 dari Partai Golkar itu menyayangkan tindak lanjut kasus tanah aset Pemprov di Hotel Bali Hyatt Sanur hingga kini masih belum jelas alias “saru gremeng.” Dikhawatirkan kasus ini diam-diam menguap dan tidak ada upaya serius menyelematkan aset Pemprov yang bisa hilang tak berbekas di tangan mafia tanah yang mencaplok tanah aset pemerintah.

“Jelas dalam kasus aset Pemprov di Hotel Bali Hyatt Sanur ada mafia-mafia tanah yang bermain. Ini harus dibongkar dan diusut tuntas. Kalau tanah pemerintah saya bisa dimainkan mafia tanah bagaimana dengan tanah rakyat kecil yang bisa dengan mudah dicaplok,” ungkap pria yang dijuluki “panglima hukum” ini.

Togar menilai adanya dugaan tindak pidana berupa pemalsuan dan penggelapan dalam kasus ini. Sebab PT. Sanur Bali Resort Development menjual saham milik Pemprov Bali tanpa sepengetahuan Pemprov Bali.

“Di sini jelas adanya penggelapan aset dan indikasi korupsi, sebab hilangnya aset itu menimbulkan kerugian bagi keuangan daerah,” tegas advokat yang dijuluki “panglima hukum” itu.

Seperti diketahui pada tahun 1972 Gubernur Bali Sukarmen melakukan pelepasan hak atas tanah DN 71 dan DN 72 seluas kurang lebih 2,5 hektar untuk dijadikan saham kepemilikan pada PT. Sanur Bali Resort Development.

Pemprov Bali mendapatkan saham sebesar 10,9 persen di PT. Sanur Bali Resort Development. Adapun PT. Sanur Bali Resort Development mempunyai saham 5 persen di Hotel Bali Hyatt Sanur. Sayangnya Pemprov Bali tidak pernah mendapatkan pendapatan dari deviden saham tersebut.

Karena kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kepemilikan saham belum pernah tercatat dalam neraca keuangan Pemprov Bali, sehingga dokumen pelepasan aset dan kepemilikan saham tidak dimiliki Pemprov Bali hingga saat ini.

Celakanya lagi, saham di Hotel Bali Hyatt Sanur itu bahkan sudah dijual secara sepihak oleh PT.Sanur Bali Resort Development kepada Pihak Ketiga tanpa sepengetahuan Pemprov Bali.

Desak KPK Juga Turun Tangan

Togar Situmorang yang saat ini juga sedang menyelesaikan program S-3 Hukum di Universitas Udayana, mengajak berbagai pihak terkait untuk mengevaluasi kasus ini, mengkaji langkah berikutnya, mengumpulkan data-data yang lebih valid lagi.

Termasuk juga menugaskan dan memerintahkan Walikota Denpasar untuk mencabut dan membatalkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) untuk pembangunan sarana dan prasarana di Hotel Bali Hyatt Sanur.

“Pansus Aset kan sudah terbentuk, tinggal di usut, desak para pemegang saham. Tanyakan pada mereka mengapa pada saat pengalihan saham pada saat itu tidak melibatkan Pemprov Bali? jelas advokat senior yang murah senyum itu.

Sebab menurutnya ini terkait dua soal, yaitu aset dan saham.  “Keduanya kabur, tidak jelas. Ini yang perlu kita telusuri,” tegas advokat yang dikenal dermawan dan kerap memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum itu.

Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates juga menyarankan Pansus Aset DPRD Bali untuk meminta aparat penegak hukum baik Polda Bali atau Kejaksaan bahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) segera dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan agar kasus ini menjadi terang benderang.

“Prosedur mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut cacat administrasi karena tidak sesuai prosedur. Yaitu, untuk mendapatkan HGB, tanah tersebut harus dikembalikan dulu oleh Pemprov kepada negara,” ujarnya.

Yang lebih kacaunya lagi sudah jelas Kanwil BPN Bali menyatakan HGB tersebut cacat administrasi karena bertentangan dengan SK Mendagri Nomor 139 Tahun 1972 dan Peraturan Menteri (Permen) Agararia/BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pemberian dan pembatalan Hak Atas Tanah, tapi Pemkot Denpasar malah menerbitkan IMB pada tahun 2016.

Jika pihak terkait bekerja secara optimal, sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengungkap kejanggalan kasus ini. Pemprov  Bali melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bisa bersurat ke Kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam untuk melakukan penelitian dan pengkajian.

“Kita bisa undang BPN Kota Denpasar. Karena kan BPN Denpasar yang menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) agar diadakan pengukuran kembali atas tanah tersebut,” tutup caleg milenial yang mempunyai tagline “Siap Melayani Bukan Dilayani” itu. (wd29)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here