Denpasar (Panglimahukum.com)
Masih ingat dengan surat resmi Gubernur Bali I Wayan Koster kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengubah Perpres No.51 Tahun 2014 dan mengembalikan kawasan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim?
Tiga bulan sudah surat ini dikirimkan ke Presiden Jokowi namun hingga kini belum tampak ada tindak lanjut yang jelas atas permohonan Gubernur Bali tersebut. Padahal tegas Gubernur sudah menolak rencana reklamasi itu.
Apakah surat Gubernur ini diperhatikan ataukah tidak, rakyat Bali tidak tahu. Rakyat Bali pun masih tetap merasa was-was karena rencana reklamasi Teluk Benoa tetap bisa bergulir sepanjang Perpres 51/2014 belum direvisi dan status kawasan konservasi Teluk Benoa belum dikembalikan
Karenanya diharapkan ada pernyataan tegas dari Presiden Jokowi di hadapan rakyat Bali saat acara tatap muka dengan tokoh-tokoh masyarakat Bali pada Jumat, 22 Maret 2019 di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya, Denpasar,
“Apakah rencana reklamasi di Teluk Benoa bisa dihentikan atau malah tetap diberikan kesempatan, Presiden harus memberikan ketegasan. Termasuk memberi jawaban secara terbuka atas surat Gubernur Bali,” kata tokoh masyarakat Denpasar I Ketut Ngurah Aryawan ditemui di Denpasar, Kamis (21/3/2019).
Pria yang juga caleg DPRD Kota Denpasar dapil Denpasar Barat 2, nomor urut 4 dari Partai Gerindra ini menegaskan masyarakat Bali berharap besar pada Presiden Jokowi agar mampu menghentikan polemik rencana reklamasi Teluk Benoa ini.
Terlebih Gubernur Bali juga sudah menunjukkan sikap tegas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Hal ini dibuktikan mengirimkan surat resmi kepada Presiden Jokowi terkait penolakan reklamasi ini pada tanggal 21 Desember 2018 dengan Nomor surat 523/1863/Sekret/Dislautkan perihal Usulan Perubahan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014.
Dalam surat ini ada dua poin utama yang diminta Gubernur Koster. Pertama meminta Presiden merevisi Perpres No. 51 Tahun 2014. Khususnya yang berkaitan dengan Kawasan Perairan Teluk Benoa, di luar peruntukan fasilitas umum seperti pelabuhan, bandar udara dan jaringan jalan agar ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim untuk perlindungan adat dan budaya maritim masyarakat Bali yang berdasarkan Tri Hita Karana.
Kedua, Gubernur Koster juga meminta Presiden memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak menerbitkan ijin lingkungan (Amdal) bagi setiap orang yang mengajukan permohonan izin pelaksanaan reklamasi di Perairan Teluk Benoa di luar peruntukan fasilitas umum yang dibangun pemerintah. Sebab hal itu tidak selaras dengan adat dan budaya masyarakat Bali.
“Sudah sangat jelas Gubernur dan rakyat Bali menolak reklamasi Teluk Benoa. Lalu apa lagi yang ditunggu pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi? Jangan sampai rakyat marah dan kecewa karena aspiranya tidak digubris,” tegas Ngurah Aryawan.
Tokoh muda yang juga Ketua Karang Taruna Kota Denpasar berharap momentum tatap muka Presiden Jokowi dengan sejumlah elemen dan tokoh masyarakat Bali (seperti Perbekel/Lurah, Bendesa adat, LPD, organisasi kepemudaan dan lainnya) Jumat ini bisa jadi kesempatan emas Gubernur Bali untuk meminta jawaban langsung dari Presiden.
Kalau Presiden Jokowi sayang Bali, kata Ngurah Aryawan, mestinya perintahkan para menterinya jangan keluarkan izin apapun terkait rencana reklamasi Teluk Benoa dan segera revisi Perpres 51/2014 sesuai permintaan resmi Gubernur Bali.
“Jangan seperti ada drama dalam reklamasi Teluk Benoa ini. Rakyat ingin ketegasan dan kejelasan dari pemimpinnya,” tutup tokoh muda yang dikenal vokal dan juga sangat peduli lingkungan ini. (wid)