Jaksa Penuntut Umum Salah Menerapkan Hukum Karena Ada Kesalahan di Surat Dakwaan

Denpasar ~ Tim advokat dari Law Firm Togar Situmorang mengikuti sidang lanjutan kepentingan kliennya atas nama Mantas Vasiliaukas secara online, Selasa (24/08/2021) kemarin. Dimana pada persidangan sebelumnya Terdakwa didakwa dengan menggunakan Pasal 351 ayat 4 KUHP tentang Penganiayaan (Kesatu) dan Pasal 406 ayat 1 KUHP tentang Pengerusakan (Kedua).

Advokat senior yang sangat kondang Togar Situmorang, SH., MH., MAP., C.Med., CLA menilai, dari Surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut, merasa ada kesalahan dalam Surat Dakwaannya, sehingga sebagai Penasehat Hukum dari Terdakwa telah mengajukan eksepsi terkait Dakwaan dari JPU.

Dikatakannya, bahwa poin-poin dalam eksepsi kami yang kami jelaskan yaitu Pertama, Penahanan tidak berdasarkan Kuhap. Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana ada dua alasan mendasari dilakukannya penahanan yaitu :

Pertama, alasan Subyektif, alasan ini digunakan karena ada kekhawatiran bahwa Tersangka akan melarikan diri, Merusak, menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi Tindak Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang berbunyi :
“Perintah Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang Tersangka atau Terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa Tersangka atau Terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana”.

Kedua, alasan Objektif, alasan ini diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang berbunyi:
“Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3),pasal 296, pasal 335 ayat (1), pasal 351 ayat (1), pasal 353 ayat (1), pasal 372, pasal 378, pasal 379 a, pasal 453, pasal 454, pasal 455, pasal 459, pasal 480 dan pasal 506 kitab undang-undang hukum pidana, pasal 25 dan pasal 26 rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi bea dan cukai, terakhir diubah dengan staatsblad tahun 1931 nomor 471), pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 undang-undang tindak pidana imigrasi (undang-undang nomor 8 drt. Tahun 1955, lembaran negara tahun 1955 nomor 8), pasal 36 ayat (7), pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 undangundang nomor 9 tahun 1976 tentang narkotika (lembaran negara tahun 1976 nomor 37, tambahan lembaran negara nomor 3086).

Melihat bunyi Pasal diatas kita Tahu bahwa terkait dengan Penahanan Tersangka atau Terdakwa memiliki dua alasan yaitu alasan subyektif dan Obyektif, yang dimana dalam dakwaan yang di dakwakan kepada Terdakwa saat ini yaitu Pasal 351 ayat (4) dan juga Pasal 406 ayat (1) yang dimana, Terdakwa sebelumnya telah mengajukan Penangguhan Penahanan pada Proses Penyidikan yang juga telah diatur dalam KUHAP Pada Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “atas permintaaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing ,dapat mengadakan penanguhan penahan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang telah ditentukan”.

Dalam hal tersebut akan dipenuhi oleh Terdakwa serta Terdakwa tidak akan melarikan diri, Merusak, menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi Tindak Pidana dimana, ditambah dengan keseriusan dan kesungguhan Terdakwa dalam hal itu juga mengajukan jaminan orang untuk penangguhan penahanannya, artinya syarat subyektif ini sangat sulit untuk diukur apakah Terdakwa ini telah memenuhui syarat subyektif yang ditentukan oleh pihak penyidik, walaupun Terdakwa tidak akan melakukan apa yang dikhawatirkan oleh penyidik namun subyektifitas penyidik melihat hal itu akan dilakukan maka tetap dilakukan penahanan, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum didalamnya maka alasan subyektif tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai syarat utama menahan seseorang dalam hal ini terdakwa pada proses penyidikan.

Bahwa didalam KUHAP Pasal 21 ayat (4) sudah ditentukan syarat Objektif  dimana syarat tersebut sangat jelas dan tegas mengatakan penahanan baru dapat dilakukan terhadap tindak Pidana dengan ancaman hukumannya diatas 5 (lima) Tahun atau lebih, sehingga terhdap penahanan yang dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut umum saat ini, tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam hal perbuatan Terdakwa yang ancaman hukumannya dibawah 5 (lima ) Tahun untuk tetap dilakukan Penahanan.

Berdasarkan hal tersebut diatas sehingga menjadi sangat jelas dan tegas jika penahanan yang dilakukan oleh penyidik dalam proses penyidikan dan penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum saat inu tidak sesuai dengan KUHAP atau bertentangan dengan KUHAP, maka PENAHANAN YANG DILAKUKAN PENYIDIK DAN KEMUDIAN PENAHAN YANG DILAKUKAN OLEH PENUNTUT UMUM ADALAH TIDAK SAH SEHINGGA BATAL DEMI HUKUM.

Perlu diterangkan bahwa terkait dengan penahanan Terdakwa yang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan, kami sudah bersurat ke Mabes Polri dan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, dimana surat kami tersebut sudah mendapat balasan dan di atensi oleh Instansi Terkait guna mengawal perjalananan kasus dengan baik.

Yang kedua adalah JPU salah dalam menerapkan hukum, dimana bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan keduanya menyebutkan jika Terdakwa telah melakukan perbuatan “Dengan sengaja dan selawan hukum mneghancurkan, meruakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 Ayat (1) KUHP dimana akibat perbuatan tersebut timbul kerugian sebesar Rp. 260.000,- (dua ratus enam puluh ribu rupiah).

Bahwa adapun kesalahan dalam menerapkan hukum menurut hemat kami adalah dimana Jaksa Penuntut Umum tidak mempertimbangkan ketentuan pada pasal 407 Ayat (1) KUHP yang berbunyi “Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”. Yang mana ketentuan ini kemudian diubah lagi oleh Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang berbunyi “Kata-kata “dua ratus puluh lima rupiah” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)”.

Bahwa dalam Dakwaan Kedua Jaksa Penuntut umum tersebut sudah sangat jelas menyebutkan jika kerugian yang timbul adalah sebesar Rp. 260.000,- (dua ratus enam puluh ribu rupiah), maka seharmenurut hemat kami berdasarkan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP karena kerugian yang timbul tidak lebih dari Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) maka Pasal yang harus diterapkan kepada Terdakwa adalah Pasal 407 Ayat (1) KUHP dan bukan Pasal 406 Ayat (1) KUHP, sehingga menurut kami Jaksa Penuntut Umum telah Salah Dalam Menerapkan Hukum.

Dan yang ketiga adalah Surat Dakwaan dari JPU itu Obscuur Liber atau kabur. Dalam eksepsi kami ini, yang kami ajukan keberatan adalah menyangkut isi Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, oleh karena itu berkaitan dengan persyaratan materiil sebagaimana diharuskan Pasal 143 ayat (2) huruf b dam ayat (3) KUHAP, khususnya yang mensyaratkan bahwa dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan. Berkenan dengan maksud ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP maka perkenankan kami untuk menyampaikan Nota Keberatan dan Eksepsi, karena Jaksa Penuntut Umum kami anggap tidak cermat, jelas dan lengkap dalam membuat surat dakwaan karena Jaksa Penuntut Umum tidak mengurai kronologis peristiwa hukum yang sebelumnya.

“Dan pada tanggal 24 Agustus 2021 kemarin, pihak JPU membacakan jawaban atau balasan atas eksepsi kami, dimana Pihak JPU mengakui atas adanya kesalahan dalam menerapkan Pasal. Itu yang membuat kami menjadi heran, kenapa JPU bisa melakukan hal tersebut, padahal ini masalah yang serius,” beber Togar Situmorang.

Lebih lanjut dikatakan, yang membuat pihaknya kaget yaitu pada saat persidangan mau berakhir, Terdakwa menyatakan putus kuasa di hadapan Persidangan. “Ini membuat kami menjadi bingung sebab kami sebagai Penasehat Hukum sudah melakukan upaya yang terbaik. Dan ini justru membuat kami bertanya, ada apa?” ujar Togar Situmorang.

Meskipun demikian, petunjuk dari Majelis Hakim mengatakan bahwa harus dibuatkan pencabutan secara tertulis terkait pencabutan kuasa tersebut. Oleh karena belum ada surat pencabutan kuasa secara tertulis yang kami terima, maka kami masih sah dalam hal menangani kasus ini di Persidangan.

“Kami berusaha menghubungi pihak JPU untuk meminta copian balasan eksepsi kami, namun JPU belum memberikannya dengan alasan belum siap dan info terakhirnya yang kami dapat bahwa berkas balasan eksepsi dari malah diberikan langsung ke Terdakwa, padahal kami masih menjadi Kuasa Hukumnya,” tegasnya lagi.

Para pencari keadilan pun menjerit begitu seringkali begitu susahnya mengakses dan mendapatkan keadilan padahal solusi penyelesaian atas permasalahan hukum yang ada sudah jelas-jelas terpampang nyata di depan mata, dan bisa memberikan rasa keadilan bagi semua pihak, memulihkan kondisi dan hubungan baik para pihak, baik korban maupun pelaku.

“Tolong hargai kami sebagai advokat sekaligus sebagai aparat penegak hukum yang masuk ke dalam Catur Wangsa haruslah tetap saling menghormati dalam menjalankan profesi masing-masing dan janganlah hukum ini dijadikan sebuah dagelan yang bisa dijadikan sebuah candaan semata, sebab kita sebagai aparat penegak hukum di Negeri ini harus bisa tetap menjaga marwah peradilan Indonesia supaya tetap berwibawa bagi masyarakat dan WNA,” tutup CEO & Founder Law Firm TOGAR SITUMORANG yang berkantor di Jl. Gatot Subroto Timur No.22, Denpasar Timur dan Jl. Raya Gumecik, Gg Melati Banjar Gumecik No. 8, By Pass Prof. IB Mantra, Ketewel. Sedang di DKI beralamat Jl. Kemang Selatan Raya No.99, Gedung Piccadilly, Jakarta Selatan serta Kota Bandung di Jl. Terusan Jakarta No. 181, Ruko Harmoni, Kav 18, Antipani dan Jl. Pengalengan Raya No.355, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Tim Redaksi PH