(Denpasar, 25 Maret 2025) – Pengadilan Negeri (PN) Denpasar kembali menggelar sidang lanjutan kasus narkotika yang menjerat Benny Bakarbessy, Marlita, Edward, dan Boby sebagai terdakwa. Dalam persidangan kali ini, majelis hakim mendengarkan keterangan para terdakwa yang didakwa dengan Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) serta Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat para terdakwa dengan pasal berat yang berkaitan dengan kepemilikan dan peredaran narkotika dalam jumlah besar. Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, yang dipimpin oleh Dr. Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., C.Med., C.L.A., C.R.A., didampingi oleh Alexander Ricardo Gracia Situmorang, S.H., CCD., Donald Mongilala, S.H., dan Jody Riyadi Kunto, S.H., menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses hukum kasus ini, terutama adanya ketidakkonsistenan keterangan dari saksi polisi.
Ketidakkonsistenan Keterangan Saksi Polisi
Dalam persidangan sebelumnya, dua orang saksi dari kepolisian memberikan keterangan yang bertentangan satu sama lain mengenai proses penangkapan para terdakwa:
1. Saksi Polisi 1 menerangkan bahwa dalam proses penangkapan, polisi membawa satu saksi dan kepala lingkungan setempat untuk mendampingi mereka. Hal ini seharusnya menjadi prosedur standar guna memastikan transparansi dalam proses penegakan hukum.
2. Saksi Polisi 2, yang juga terlibat dalam penangkapan, justru menyampaikan keterangan yang bertolak belakang. Ia menyatakan bahwa pada saat penangkapan, tidak ada saksi lain yang turut serta, termasuk kepala lingkungan setempat.
Perbedaan mendasar dalam keterangan dua saksi polisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keabsahan dan transparansi proses penangkapan.
“Ketidakkonsistenan keterangan saksi dari kepolisian ini adalah hal yang sangat serius. Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam proses penangkapan. Jika benar kepala lingkungan turut hadir, mengapa saksi lainnya justru mengatakan sebaliknya? Atau justru tidak ada saksi sama sekali? Hal ini tentu akan kami dalami lebih lanjut,” tegas Dr. Togar Situmorang dalam persidangan.
Penasihat Hukum Ungkap Kejanggalan dalam Kasus
Selain ketidakkonsistenan keterangan saksi polisi, penasihat hukum juga menyoroti beberapa kejanggalan lainnya dalam kasus ini, di antaranya:
1. Identitas Aparat Tidak Jelas saat Penangkapan
Para terdakwa mengungkapkan bahwa saat ditangkap, mereka tidak diberitahu bahwa orang yang menangkap mereka adalah polisi. Hal ini bertentangan dengan prinsip hukum yang mewajibkan aparat untuk mengidentifikasi diri mereka saat melakukan penangkapan.
“Jika para terdakwa tidak tahu bahwa mereka sedang ditangkap oleh polisi, bagaimana bisa mereka dianggap melawan hukum? Ini adalah cacat prosedur yang bisa berakibat fatal bagi keabsahan kasus ini,” ujar Dr. Togar.
2. Pasal yang Dikenakan Tidak Sesuai dengan Bukti
Para terdakwa hanya memiliki narkotika untuk dikonsumsi pribadi, namun mereka didakwa sebagai pengedar dengan Pasal 114 ayat (2), yang memuat ancaman hukuman hingga pidana mati.
“Jika tidak ada bukti transaksi atau barang bukti dalam jumlah besar, maka seharusnya dakwaan Pasal 114 ayat (2) tidak bisa diterapkan. Ini adalah bentuk kriminalisasi yang berlebihan terhadap klien kami,” tambahnya.
3. Intimidasi terhadap Terdakwa Boby
Terdakwa Boby mengaku bahwa setelah ditangkap, ia dibawa ke Jalan Taman Pancing, Panjer, Sesetan dan mengalami intimidasi agar mengakui bahwa narkotika tersebut akan dijual.
“Jika ada paksaan dalam proses penyidikan, maka seluruh pengakuan terdakwa bisa dianggap tidak sah. Kami akan meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan hal ini dalam keputusan mereka nanti,” kata Dr. Togar.
4. Tidak Ada Pendampingan Hukum pada Saat Pemeriksaan Awal
Para terdakwa juga tidak mendapatkan pendampingan hukum sejak awal penangkapan hingga pemeriksaan awal.
“Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia dan bertentangan dengan prinsip due process of law. Jika dari awal hak-hak terdakwa sudah dilanggar, maka bagaimana kita bisa memastikan bahwa proses hukum ini berjalan adil?” ujar penasihat hukum.
Agenda Sidang Berikutnya
Sidang akan dilanjutkan pada 8 April 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Tim penasihat hukum menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini agar keadilan benar-benar ditegakkan. Mereka juga meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan kejanggalan dalam keterangan saksi polisi, yang dapat berdampak pada validitas proses hukum secara keseluruhan.
“Kami tidak membela penyalahgunaan narkotika, tetapi kami ingin memastikan bahwa hukum ditegakkan secara benar dan adil. Jika ada pelanggaran prosedur, maka itu harus menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan nasib klien kami,” tutup Dr. Togar Situmorang.
Kasus ini masih menjadi perhatian publik, terutama terkait ketidakkonsistenan keterangan saksi polisi dan potensi pelanggaran prosedural dalam proses penangkapan. Semua pihak kini menunggu perkembangan lebih lanjut dalam sidang berikutnya.