Bali, Panglimahukum| KPK menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe di sebuah restoran di Abepura, Papua pada hari Selasa (10/1/2023) setelah Enembe beberapa kali mangkir dari pemanggilan.
Lukas Enembe yang juga kader dari Partai Demokrat langsung diterbangkan ke Jakarta pada hari itu juga.
Dikabarkan, Lukas Enembe diduga telah menerima suap sebesar Rp 1 Miliar dan gratifikasi sebesar Rp 10 Miliar.
“Dan sampai sekarangpun, KPK belum mengungkap, siapa pemberi suap tersebut,” kata lawyer yang biasa disebut Panglima Hukum Dr. Togar Situmorang.
Ia pun menilai, KPK harus bisa membuktikan tuduhan yang disangkakan kepada Lukas Enembe.
“Kalau tidak terbukti harus segera dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya,” tutur Dr. Togar.
Seperti diketahui sebelumnya, KPK menahan Lukas Enembe per tanggal 11 Januari hingga 30 Januari di Rutan KPK, namun ditangguhkan karena alasan sakit.
Baru pada Kamis (12/1/2023) KPK resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan melakukan penahanan badan selama 20 hari pertama.
“Dalam penanganan hukum harus ada sama rata sama rasa, tidak boleh diskriminatif/tebang pilih,” ujar Dr. Togar.
Menurutnya, masih banyak koruptor yang makan uang negara lebih banyak dibandingkan yang disangkakan kepada Lukas Enembe.
“Nyatanya masih ada koruptor yang bebas berkekeliaran seperti HM. Ini tidak adil, siapapun sama di depan hukum,” ungkap Dr Togar Situmorang selaku pengamat kebijakan publik.
Dikatakan Dr Togar Situmorang, sebagai seorang Gubernur Papua dan Tokoh Adat Papua, Lukas Enembe dirasa sangat kooperatif terhadap hukum.
“Terbukti meskipun sakit, beliau legowo datang ke Jakarta untuk mempertanggung persoalan hukum yang menimpanya,” katanya.
“Saya support dan mendoakan beliau cepat sehat, semoga proses hukum yang sedang dihadapinya berjalan sesuai harapan,” imbuhnya.
Dr Togar Situmorang melihat, penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe sangat dramatis bahkan melibatkan aparat yang berlebihan, sehingga berujung ada korban penembakan kepada simpatisan.
“Saya berharap penangkapan Lukas Enembe murni karena dugaan suap atau gratifikasi, bukan politis,” tegasnya.
Pada kasus ini Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.***