Tokoh masyarakat Bali Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn.,yang juga calon anggota DPD RI Dapil Bali nomor urut 37 mendukung penuh perjuangan Gubernur Bali Wayan Koster yang meminta Menteri Keuangan RI mempertimbangkan untuk mengalokasikan anggaran dalam APBN kepada desa adat yang ada di Bali sesuai dengan kemampuan keuangan negara mulai pelaksanaan APBN tahun 2020.
“Tidak boleh ada dikotomi antara Desa Dinas dan Desa Adat di Bali maupun juga dalam hal bantuan anggaran. Maka pemerintah pusat harus juga membantu Dana Desa Adat di Bali sebagaimana juga ada Dana Desa bagi Desa Dinas/Kelurahan,” tegas Adnyana saat ditemui di Denpasar, Minggu (17/3/2019).
Ia menegaskan Dana Desa bagi Desa Dinas untuk pembangunan infrastruktur Desa Dinas dan pemberdayaan masyarakat desa lintas bidang untuk peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan publik di Desa Dinas.
Sedangkan Dana Desa Adat khusus diperuntukan bagi pelestarian dan pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat desa adat. Seperti pelaksanaan ritual adat dan budaya, pelestarian dan pemeliharaan sarana adat seperti Pura, Bale Desa atau Bale Banjar, pelestarian dan pengembangan seni dan budaya yang ada di Desa.
“Dana Desa Adat ini bisa juga bisa dialokasikan dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah Bali yang diambilkan dari pemasukan Devisa Pariwisata Bali,” kata Adnyana yang juga pernah aktif di sejumlah organisasi seperti Pemuda Hindu Indonesia (PHI) dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) itu.
Desa Adat Aset Pariwisata Bali
Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali ini menambahkan Bali adalah satu-satunya provinsi yang khas atau unik di Indonesia dan juga provinsi yang berbentuk pulau yakni Pulau Bali dan beberapa pulau kecil lainnya seperti Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Kehidupan masyarakat Bali terkenal komunal religius yakni kehidupan masyarakat adat yang terstruktur dari Banjar Adat dan Desa Adat yang bercorak agraris (pertanian) dan agama Hindu Bali.
“Perpaduan ini melahirkan ritual dan budaya Hindu Bali yang adi luhung dan terkenal ke jagat raya yakni berbagai macam tempat ibadah (Pura/Merajan), subak, upacara adat, seni dan budaya,” kata pendiri Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali) dan Universitas Bali Dwipa itu.
Konsep keseimbangan dalam hidup bermasyarakat yakni Tri Hita Karana juga dijalankan dengan baik dan harmonis sehingga kelestarian dan keindahan alam Bali selalu terjaga dan metaksu karena ritual adat dan budaya masyarakat Bali.
Itulah sebabnya pulau, keindahan alam, ritual adat, seni dan budaya ini yang menjadikan Bali menjadi daerah tujuan wisata terkenal di dunia. Bahkan wisatawan mancanegara lebih mengenal Bali daripada Indonesia.
Pariwisata Bali yang terdiri dari pulau, alam yang indah dan asri, subak dan pertaniannya, ritual adat, seni dan budaya inilah aset dan sekaligus sumber kekayaan Bali yang sepenuhnya dipelihara oleh Desa Adat dan masyarakat adat. Ini berbeda dengan daerah lain yang punya sumber kekayaan alam seperti batubara, minyak, hutan, dll.
Terlebih juga pariwisata Bali telah memberikan kontribusi devisa bagi NKRI yang cukup besar setiap tahunnya sebesar US $ 8 milyar. Atau setara 40 % dari devisa pariwisata Indonesia yang ditargetkan sebesar US $ 20 miliar.
“Untuk itulah, agar pariwisata Bali dapat terus eksis, lestari dan berkembang, maka Desa Adat di Bali harus mendapatkan bantuan dana bagi pelestarian dan pengembangan pariwisata di wilayah adatnya masing-masing. Sehingga dapat juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat di Bali,” ungkapnya.
Berjuang untuk Bali Dwipa Jaya dengan “Formula 37”
Untuk itulah ketita dirinya dipercaya masyakat Bali menjadi Wakil Daerah Bali sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Bali , maka ia akan berupaya dengan semangat Tri Hita Karana berjuang mewujudkan Bali Dwipa Jaya salah satunya juga memperjuangkan Dana Desa Adat ini.
Perjuangan itu akan dilakukan Adnyana yang lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang ini dengan melaksanakan konsep 37 yang bermakna 3 langkah berupa “mengkoordinasikan (seluruh kekuatan Bali), mengupayakan dan mewujudkan 7 misi.
Pertama penguatan peran desa adat dalam pelestarian seni, budaya dan adat Bali. Kedua, perlindungan sumber daya alam dan situs sejarah Bali. Ketiga pelestarian subak dan pertanian sebagai penunjang utama pariwisata Bali. Keempat, pengelolaan pariwisata untuk masyarakat Bali (pariwisata untuk Bali).
Kelima, pembangunan Bali untuk Bali Shanti lan Jagadhita (membangun Bali). Keenam, kemandirian dalam pengelolaan Bali melalui UU Provinsi Bali. Terakhir, peningkatan perimbangan keuangan Pemerintah Bali – Pemerintah Pusat (salah satunya untuk Dana Desa Adat).
Dengan konsep 37 ini, Adnyana optimis kedepan Bali khususnya masyarakat adat Bali akan lebih sejahtera dan Bali akan tetap terjaga kelestarian alam, adat dan budayanya (ajeg Bali). “Dan akan tercapai Kejayaan Pulau Bali (Bali Dwipa Jaya) sebagaimana slogan dalam Lambang Provinsi Bali,” tandasnya.
Konsep 37 ini juga sangat sejalan dengan visi pembangunan “Nangun Sad Kerthi Loka Bali” dari Gubernur Bali Wayan Koster yang merupakan kakak kelas Adnyana saat kuliah di ITB (Institut Teknologi Bandung). (wid)