Anindya Primadigantari, S.H. sebagai Tim Advokasi PBH Panglima Hukum saat mengikuti jalannya sidang secara online.
Denpasar ~ Tim advokasi hukum dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) ‘Panglima Hukum’ hari Kamis yang lalu (12/08/2021), yaitu Anindya Primadigantari, S.H. melaksanakan sidang secara online Kantor Pusat PBH Panglima Hukum di Jalan Teuku Umar Barat No.10 Permata Cargo, Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar – Provinsi Bali terkait kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan agenda pembacaan putusan.
Advokat dan Pengamat Kebijakan Publik Togar Situmorang, SH., MH., MAP., C.Med., CLA menilai Putusan Majelis Hakim PN Denpasar yang dibacakan pada tanggal 12 Agustus 2021 tersebut terhadap perkara klien kami atas nama LASARUS LUKAS MOLINA dan HERI FERDINAND BELLA yang menyatakan Terdakwa dihukum 4 tahun 6 bulan dan denda 800 juta diganti 3 bulan kurungan penjara itu dinilai kurang tepat, karena mengesampingkan fakta persidangan juga melabrak aturan hukum.
Payung Hukum UU No.35 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2011, Permenkes No.2415 Tahun 2011 itu dibuat agar aparat hukum dapat menjalankan tanpa ada tebang pilih dan tidak salah kaprah.
Dimana para penyalahguna narkotika yang ditangkap aparat hukum harus dibawa kepengadilan untuk di proses secara hukum agar mendapatkan putusan atau penetapan untuk menjalani rehabilitasi dirumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah agar out-putnya sembuh dan tidak mengulang perbuatannya, itu sebabnya Hakim memberikan sanksi berupa rehabilitasi (Pasal 103) tanpa ada sanksi lain.
Sebab penyalahguna narkotika dengan BB 0,03 dan 0,09 tersebut tidak ada niat jahat tersebut dilarang dan diancam secara pidana dan pemidanaannya wajib menjalanin rehabilitasi tidak bisa diputus dengan pasal 112, 4 tahun 6 bulan dan denda 800 juta diganti 3 bulan kurungan penjara adalah jauh dari aturan UU dan dinilai menciderai rasa keadilan karena pasal yang diterapkan dalam Undang-Undang Narkotika tersebut yaitu pasal 112 adalah pasal karet, kecuali ada bukit keterlibatan mereka dengan jaringan narkotika atau pengedar.
Dapat dijelaskan kembali bahwa Polresta Denpasar telah melakukan penimbangan terhadap barang bukti berupa : 2 (dua) plastik klip berisi kristal bening diduga sabu diperoleh berat bersih masing-masing 0,03 gram (kode A) ; 0,09 gram (kode B1) sesuai dengan berita acara penimbangan barang bukti tanggal 22 Januari 2021, selanjutnya dilakukan penyisihan terhadap masing-masing barang bukti tersebut untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Menurut Pasal 112 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dijelaskan bahwa Pasal 1 “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”
Dan Pasal 2 menjelaskan “Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).”
Togar Situmorang mengungkapkan, Terdakwa diposisikan sebagai seseorang yang memiliki, menguasai narkotika tanpa hak, sekarang bagaimana tidak memiliki dan mengusai narkotika sabu, karena Terdakwa adalah seorang pemakai otomatis pasti dia memiliki dan barangbukti tersebut ada dalam penguasaan terdakwa hasil dari pembelian.
Padahal dengan fakta hukum di dalam persidangan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Asesmen Medis Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali Nomor:R-REKOM-41/IV/2021/TAT Tanggal 22 April 2021 terhadap terdakwa LASARUS LUKAS MOLINA disimpulkan bahwa terdakwa an. LASARUS LUKAS MOLINA terindikasi sebagai pecandu narkotika jenis Methamphetamine (sabu) serta tidak/ belum ada indikasi merangkap sebagai pengedar ataupun terlibat dalam jaringan penyalahgunaan dan/atau peredaran gelap narkotika.
Sedangkan hasil pemeriksaan Asesmen Medis Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali Nomor:R-REKOM-40/IV/2021/TAT Tanggal 22 April 2021 terhadap terdakwa HERI FERDINAND BELLA disimpulkan bahwa terdakwa an. HERI FERDINAND BELLA terindikasi sebagai penyalahguna narkotika jenis Methamphetamine (sabu) bagi diri sendiri dengan pola penggunaan situasional, tidak mengalami ketergantungan serta tidak/ belum ada indikasi merangkap sebagai pengedar ataupun terlibat dalam jaringan penyalahgunaan dan/atau peredaran gelap narkotika, sehingga Tim Asesmen Terpadu (TAT) Provinsi Bali merekomendasikan terhadap terdakwa tetap menjalani proses sebagaimana ketentuan yang berlaku terkait penyalahguna narkotika bagi diri sendiri.
Oleh sebab itu, melihat fakta hukum tersebut Tim Asesmen Terpadu (TAT) Provinsi Bali merekomendasikan terhadap terdakwa dapat dilakukan rehabilitasi sosial rawat inap selama 6 bulan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali atau Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial yang ditunjuk/dikelola oleh Pemerintah lainnya, dilanjutkan dengan pendampingan pasca rehabilitasi,” tambah advokat yang sering disapa “Panglima Hukum“ ini.
Seyogyanya Majelis Hakim dapat lebih mempertimbangkan dengan adanya Assemen dari BNN ini, dan tentunya kami dari PBH Panglima Hukum sebagai Penasehat Hukum dari Terdakwa berharap agar dilain waktu Hakim dapat mengimplementasikan Sistim Peradilan Rehabilitasi yang dibangun UU No. 35 Tahun 2009.
Dimana seorang penyalahguna sebagai pelaku tindak pidana ditempatkan dilembaga Rehabilitasi secara benar dan disidik dengan Pasal 127/1 sebagai Pasal Tunggal, di Dakwa dengan Pasal 127/1 dengan Dakwaan Rehabilitasi dan dijatuhi hukuman Rehabilitasi.
“Dan saya akan mengacungkan Jempol serta Hormat apabila Penegak Hukum bisa menjadi Pelopor Justice For Health terhadap proses pradilan perkara dari penyidikan, penuntutan dan pengadilan perlakukan mereka sebagai pecandu atau pasien sakit kecanduan.,” tutup Togar Situmorang Ketua Pengawas PBH Panglima Hukum di Jl. Teuku Umar Barat No.10, Marlboro, Denpasar Barat dan Jl. Kemang Selatan Raya No.99, Gedung Piccadilly, Jakarta serta Jl. Terusan Jakarta No. 181, Ruko Harmoni Kav 18, Antipani, Kota Bandung dan Jl. Pengalengan Raya No.355, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan Jl. Prof. IB Mantra Gg Melati banjar Gumecik, Ketewel.
Tim Redaksi PH