Polda NTB SP3 Kasus Amaq Sinta, Ini Tanggapan Togar Situmorang Doktor Hukum Muda

 

Bali, Panglimahukum.Com| Murtede alias Amaq Sinta (34) akhirnya di SP3-kan Polda NTB. Hal ini disampaikan Kapolda NTB Irjen Djoko Purwanto.

Disadur dari laman resmi polrestabanan.net, Djoko Purwanto menjelaskan, penyetopan proses hukum Amaq Sinta tersebut setelah dilakukannya proses gelar perkara yang dihadiri oleh jajaran Polda dan pakar hukum.

“Hasil gelar perkara disimpulkan peristiwa tersebut merupakan perbuatan pembelaan terpaksa, sehingga tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum baik secara formil dan materiil,” kata Djoko kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022).

Menurut Djoko, keputusan dari gelar perkara tersebut berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, Pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

“Peristiwa yang dilakukan oleh Amaq Sinta merupakan untuk membela diri sebagaimana Pasal 49 Ayat (1) KUHP soal pembelaan terpaksa,” ujar Djoko.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menekankan bahwa, penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.

“Dalam kasus ini, Polri mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas dan nesesitas,” tutup Dedi.

Sementara Advokat dan Pengamat Kebijakan Publik Dr.c Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP., CMed., CLA sangat mendukung langkah pihak Kepolisian Republik Indonesia tersebut melalui Kabareskrim Komjen Agus Indrianto dan sudah sesuai dengan semangat untuk melawan kejahatan agar masyarakat tidak takut atau skeptis dalam melawan kejahatan dan sangat betul kejahatan harus dilawan bersama.

“Namun Pihak Aparat Hukum juga mesti hati-hati dalam terbitnya SP3 (Surat Penghentian Penyidikan),” ujarnya.

Lebih lanjut, dirinya menyampaikan, SP3 memang merupakan kewenangan penyidik dan Hak Diskresi Penyidik. Dimana penetapan tersangka itu merupakan rangkaian penyidik dalam memeriksa seseorang karena telah memiliki 2 (dua) alat bukti yang Sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

Dalam Pasal 184 KUHAP ada 5 (lima) jenis alat bukti yang Sah yaitu : 1) Keterangan Saksi, 2) Keterangan Ahli, 3) Surat/Dokumen, 4) Petunjuk dan 5) Keterangan Terdakwa.

Togar Situmorang Doktor Hukum muda menjelaskan, tindak pidana umum terjadi setelah seseorang ditetapkan menjadi tersangka dapat mengacu dalam KUHAP Pasal 109 Ayat 2 (dua) yang berbunyi; Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberi tahu kepada penuntut umum, tersangka, dan keluarga.

Dalam terbitnya SP3 itu dapat dikaji terkait norma: Tidak Cukup Bukti, Peristiwa tersebut bukan Tindak Pidana, serta Demi Hukum.

Dalam ketiga norma tersebut terkait terbitnya SP3 dapat dijelaskan kepada masyarakat agar tidak menjadi bumerang bagi penyidik yang dianggap tidak profesional dan ketidak hati-hatian.

“Bila dikatakan bukan peristiwa pidana ini juga menampakan penyidik tidak profesionalisme dalam penetapan tersangka waktu itu,” tandasnya.

Adapun alasan Demi Hukum terbitnya SP3 didasarkan pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana yaitu 1. Nebis In Idem 2. Tersangka Meninggal Dunia 3. Daluarsa.

Namun Kalau dihentikan saat proses berjalan dan sudah terlanjur ditetapkan tersangka dan dalam kasus ini alat bukti juga sangat cukup.

“Menurut pandangan saya harusnya kasus biarkan berproses sampai putusan pengadilan. Supaya tidak terjadi kekacauan hukum, dimana nanti tergantung Majelis Hakim supaya bisa diyakinkan bahwa Tersangka membunuh karena kondisi Overmacht,” terangnya.

Azas Hukum “In Criminalibus, Probationes Bedent Esse Luce Clariores”. Bahwa dalam Hukum Pidana Bukti yang dihadirkan Harus Lebih Terang Dari Cahaya.

Dalam pidana juga ada Adigum Hukum “Lebih Baik Membebaskan Seribu Orang Bersalah daripada Menghukum Satu Orang Tidak Bersalah”.

“Penerapan asas Presumption off innocent atau praduga tak bersalah memang harus benar-benar diperhatikan oleh aparat penegak hukum, supaya tidak terjadi kesalahan dalam penegakan hukum di negeri ini,” tambahnya.

Aparat Hukum diharapkan dalam menetapkan status Tersangka perlu mempertimbangkan Kualitas dan Kuantitas alat bukti dan ke depan dalam terbitnya SP3 sebaiknya harus ada izin Pengadilan agar terbitnya SP3 bukan dilandasi alasan Subjektif penyidik.

“Tidak hanya itu, dalam penegakkan hukum harus ada kesantunan serta moralitas yang berkembang dimasyarakat,” pungkasnya.(*)