DENPASAR — Perseteruan antara Praktisi Hukum, Dr. Togar Situmorang, SH,MH,MAP,CLA,CMED,CRA dengan Anggota DPD RI Perwakilan Bali, Niluh Putu Ary Pertami Djelantik, semakin menarik perhatian publik Bali. Polemik ini muncul setelah pro-kontra terkait kebijakan yang mewajibkan pengemudi ojek online (ojol) memiliki KTP Bali. Dr. Togar Situmorang, yang dikenal sebagai Panglima Hukum Bali, mengingatkan atau memberikan kritik kepada Ni Luh Djelantik bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah menjamin hak sebagian besar warga Bali yang mencari nafkah di luar daerah, termasuk di Pulau Sumatera.
Dr. Togar Situmorang menyayangkan tindakan Niluh Djelantik yang menyerangnya secara pribadi terlebih dahulu melalui unggahan di akun media sosial (IG) miliknya. Ia menilai bahwa serangan tersebut merupakan bentuk pembullyan terhadap opini yang ia sampaikan mengenai kebijakan ojol KTP Bali. Menurutnya, sikap tersebut tidak mencerminkan Etika seorang Senator RI yang seharusnya menyerap aspirasi masyarakat umum dengan bijak. Selain itu, ia menilai bahwa tindakan tersebut berpotensi memicu ketegangan sosial di masyarakat pulau Bali.
“Saya tidak berniat menyinggung masyarakat Bali. Saya hanya mengkritisi kebijakan mewajibkan ojol memiliki KTP Bali, yang menurut saya bertentangan dengan konstitusi. Kenapa tidak ada kebijakan yang mewajibkan kendaraan menggunakan plat DK, sementara para pengemudi bisa melengkapi diri dengan Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) dari kelurahan setempat? Itu tidak melanggar Undang-Undang, dan semua warga negara, baik yang di Bali maupun di Sumatera, tetap berhak mencari nafkah di Indonesia,” ujar Dr. Togar Situmorang kepada wartawan.
Sebagai seorang pengamat kebijakan publik, Dr. Togar Situmorang mengungkapkan bahwa opini yang ia sampaikan memiliki dasar yang jelas, yaitu untuk memberikan kritik konstruktif agar Pemerintah Provinsi Bali tidak salah dalam mengambil keputusan yang berpotensi mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ia menegaskan bahwa kritiknya tidak bermaksud memprovokasi masyarakat Bali, meskipun ada perbedaan sudut pandang terkait kebijakan tersebut.
“Opini saya jelas. Coba baca Pasal 27 UUD 1945. Saya hanya mengkritisi kebijakan ini, tidak ada niat lain. Tapi apa yang diposting ulang oleh Niluh Djelantik pada akun IG itu yang menjadi masalah bagi saya dimana telah terjadi Pembulian. Saya terpaksa melapor ke Badan Kehormatan (BK) DPD RI ,”lanjutnya.
Dalam penjelasannya, Dr. Togar Situmorang merujuk pada Pasal 27 UUD 1945 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara Indonesia, termasuk hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada warga negara yang menggunakan haknya untuk mendapatkan pekerjaan.
Hal ini menjadi dasar bagi Dr. Togar Situmorang untuk mengkritisi kebijakan kewajiban KTP Bali bagi pengemudi ojol. Ia menyarankan alternatif kebijakan, seperti mewajibkan kendaraan di Pulau Bali menggunakan plat DK dan memastikan pajak kendaraan masuk ke kas daerah setempat. Selain itu, untuk mengatasi masalah administratif dan kekhawatiran terkait tindak kriminal, pemerintah daerah dapat mewajibkan pengemudi untuk memiliki SKTT yang diperoleh dari kelurahan setempat, yang dapat memastikan keberadaan mereka di Bali.
Menurut Dr. Togar Situmorang , ada banyak opsi yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah daerah untuk menyelesaikan polemik ini. Ia meyakini bahwa solusi tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi maupun UUD 1945.
Terkait dengan somasi dari penasihat hukum Niluh Djelantik, Daniar, yang meminta Dr. Togar Situmorang untuk meminta maaf kepada masyarakat Bali, Dr. Togar Situmorang sekali lagi menegaskan bahwa kritiknya tidak ditujukan untuk menyinggung masyarakat Bali, melainkan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah daerah yang dinilai tidak tepat.
“Saya disuruh minta maaf, kepada siapa saya harus minta maaf? Saya hanya mengkritisi kebijakan lewat berita. Lalu, siapa yang membuat publik Bali berasumsi negatif? Bukankah itu berasal dari unggahan Niluh Djelantik di media sosial IG milik pribadi Niluh Djelantik? Sebagai pejabat publik, seharusnya beliau menggunakan bahasa yang lebih santun dan tidak memprovokasi. Jika saya yang diminta maaf, saya tidak tahu salah saya di mana. Ayo kita duduk bersama, bicara dengan baik-baik, agar tidak ada salah paham,” tegas Dr. Togar Situmorang
Perseteruan ini mengundang perhatian lebih lanjut, mengingat kebijakan yang melibatkan hak-hak pekerja dan pengemudi ojol memiliki dampak yang luas, tidak hanya bagi masyarakat Bali, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Indonesia.