Dr. Togar Situmorang Bongkar Kriminalisasi Profesi Advokat di Balik Tuduhan Klien Rp1,8 Miliar

Dr. Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP, CLA, CRA., advokat senior yang dikenal luas, mengajukan gugatan praperadilan untuk menentang status tersangka yang diberikan Polda Bali kepadanya. Dengan tegas, ia menyatakan bahwa hukum tidak boleh dijadikan alat untuk melampiaskan kekecewaan klien. Jika biasanya Togar tampil di persidangan untuk memperjuangkan hak klien, pada Kamis siang, 14 Agustus 2025, di Restoran Sari Ratu Renon, ia berdiri di hadapan media untuk membela diri sekaligus mempertahankan martabat profesi advokat yang kini terancam.

Dengan nada tegas namun terkendali, Togar menyampaikan keberatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Ditreskrimum Polda Bali, sebagaimana tertuang dalam Surat Ketetapan Nomor S.Tap/79/VII/2025/Ditreskrimum tertanggal 3 Juli 2025. Didampingi tim kuasa hukumnya, yakni Muhamad Ridwan, S.H., M.H., I Wayan Mudita, S.H., M.M.,Kn, I Gusti Ngurah Artana, S.H., I Gede Sihaan Yogi Nata, S.H., Kadek Valentika Adi Putra, S.H., dan Kadek Arta Swandewi, S.H., Togar menjelaskan duduk perkara yang menimpanya.

Togar dilaporkan oleh mantan kliennya, Fanni Lauren Christie, atas dugaan penipuan dan/atau penggelapan dana sebesar Rp1,8 miliar. Dana tersebut, menurut pelapor, dimaksudkan untuk mengurus proses deportasi dan pemidanaan pihak lain dalam perkara yang berlangsung di Double View Mansions, Desa Pererenan, Mengwi, Badung, pada periode 2022–2023. Namun, Togar menegaskan bahwa dana tersebut merupakan biaya operasional sah yang telah disepakati dalam hubungan profesional antara advokat dan klien.

“Semua biaya telah disetujui tanpa keberatan, dan pekerjaan telah saya laksanakan dengan hasil yang nyata,” tegasnya.

Lebih jauh, Togar menganggap kasus ini bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan kriminalisasi profesi advokat. “Penetapan tersangka terhadap advokat yang menjalankan tugas profesionalnya adalah preseden buruk bagi dunia hukum. Jika praktik ini dibiarkan, profesi advokat di Indonesia berada dalam ancaman serius,” ujarnya dengan penuh keprihatinan.

Togar menegaskan bahwa Pasal 15 Undang-Undang Advokat memberikan perlindungan hukum bagi advokat dalam menjalankan tugasnya. “Namun, hari ini saya sebagai penegak hukum justru ditarik ke dalam pusaran hukum sebagai pesakitan. Ini bukan hanya serangan terhadap saya, tetapi terhadap keadilan itu sendiri,” katanya.

Ia juga mengungkap sejumlah cacat prosedur dalam proses hukum yang menjeratnya. Di antaranya, izin penyitaan yang baru diterbitkan setelah berita acara penyitaan dilakukan, serta adanya dua Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang sebelumnya menyatakan bahwa laporan telah dihentikan. “Penyitaan yang dilakukan sebelum izin diterbitkan bukanlah penegakan hukum, melainkan pelanggaran prosedur yang nyata,” tegasnya.

Melalui gugatan praperadilan, Togar mempersoalkan keabsahan penetapan tersangka, prosedur penyitaan, serta minimnya alat bukti yang mendasari proses hukum tersebut. Ia juga mengajak masyarakat dan para penegak hukum untuk menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).

“Saya tidak hanya membela diri, tetapi juga marwah profesi advokat. Jika seorang advokat bisa dijadikan tersangka hanya karena ketidakpuasan klien, maka setiap advokat di negeri ini berada di ujung tanduk,” tutupnya dengan penuh keyakinan.