Badung, Panglimahukum| Hampir saja ricuh atas apa yang dilakukan oleh tim juru sita Pengadilan Negeri (PN) Denpasar terhadap sebuah apartemen milik mantan Puteri Indonesia Persahabatan 2002 Francisca Fannie Lauren Chistie, Kamis (16/3/2023).
Melalui kuasa hukumnya Dr. Togar Situmorang, S.H., M.H., MAP., C.Med., CLA., termohon Fannie Lauren mencium ada kejanggalan atas proses sita eksekusi hari ini.
“Janggal sekali,” kata Dr. Togar dengan tegas.
Menurutnya, saat gugatan para pemohon, mereka hanya meminta sebanyak 25 unit kamar untuk disita, dan itu sudah ditolak oleh hakim.
Dalam perjalanannya, pemohon dimenangkan tanggung renteng berupa klien kami harus membayar sejumlah dana dalam bentuk dolar yang dikonversikan ke rupiah.
“Padahal mereka (pemohon) sama sekali tidak melakukan investasi sesuai komposisi,” ujar lawyer yang biasa disebut Panglima Hukum ini.
Pelaksanaan sita aset ini jelas membuat kliennya sangat terpukul.
Bahkan, rekening perusahaan atas nama PT Indo Bhali Makmurjaya di sebuah bank diblokir tanpa izin dan konfirmasi kepada pemilik rekening.
Blokir ini, dikatakan Dr. Togar, atas permintaan PN Denpasar. “Jelas ini terlihat adanya ketidak-adilan hukum. Apalagi kliennya yang notabene pribumi justru merasa dikelabui oleh tiga warga negara asing, yaitu L dan T asal Swiss, serta A asal Italia,” ungkapnya menekankan.
Oleh karenanya, pihak Fannie Lauren berharap kasusnya ini mendapatkan perhatian para penegak hukum di daerah yakni Kapolda Bali.
Tidak hanya sebatas itu saja, dari tingkat pusatpun seperti Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Komisi Yudisial, KPK, hingga Presiden juga harus hadir memberikan kepastian hukum.
“Saya merasa dizalimi. Tidak ada azas kehati-hatian, mereka baru memberitahu setelah pemblokiran. Sampai saat ini PN tidak ada konfirmasi baik ke saya maupun ke pihak pengacara saya, tiba-tiba dapat surat undangan besok pagi ke kantor Lurah, saya kaget, tidak dapat tembusan untuk penetapan atau mau ada eksekusi,” ujar Fannie Lauren.
Kembali ia menegaskan bahwa putusan PN sampai inkracht itu hanya uang tanggung renteng tidak ada sita aset dan blokir rekening.
“Untuk itu saya juga kirim surat perlindungan hukum kepada MA, MK, KPK, Ombudsman. Saya tidak punya utang malah saya harus membayar, mereka pun tidak pernah beri uang untuk pembangunan,” tuturnya.
Sikap spontan dari pihak Fannie Lauren adalah buntut dari adanya surat berita acara eksekusi dari PN Denpasar dengan nomor W.24.U1/2068/HK.02/3/2023 dalam perkara nomor 469/Pdt.G/2021/PN Dps Jo Nomor 6/EKS/2023/PN Dps.
Di mana, Ketua Panitera Rotua Roosa Mathilda Tampubolon, S.H., M.H. tiba di depan akses masuk The Double View Mansion dan langsung membacakan eksekusi yang dilakukan oleh Tim Juru Sita dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar terhadap sebuah apartemen.
Usai pembacaan penetapan sita eksekusi, Mathilda yang juga Ketua Panitera PN Denpasar, menjelaskan pihaknya bukan melakukan eksekusi tetapi sita eksekusi berdasarkan keputusan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap-red) oleh PN Denpasar.
“Saya tegaskan, tadi itu bukan eksekusi tapi sita eksekusi. Putusan sudah inkracht. Karena kalau tidak inkracht, tidak mungkin dilakukan sita eksekusi,” cetusnya.
Dikatakan Mathilda, pemberitahuan sita sudah diberitahukan kepada para pihak. Tetapi menurut informasi yang ia dengar dari Juru Sita, kuasa termohon tidak mau menerima pemberitahuan tersebut.
Ia menuturkan sudah jelas diterangkan bahwa bila termohon tidak menjalankan isi putusan, maka di hari kesembilan setelah aanmaning pihak pemohon eksekusi bisa mengajukan permohonan lanjutan.
“Jadi tidak ada konfirmasi lagi terkait ini. Karena aturan sudah jelas, pemberitahuan ke pihak termohon melalui petugas apartemen juga sudah dilaksanakan, jadi semua sudah diberitahukan. Kalau termohon menyatakan tidak diberitahukan, mereka tidak bisa memesan spanduk dan mengumpulkan orang buat orasi. Perilaku dan kejadian yang terjadi saling bertolak belakang,” tuturnya.***