Bali Dwipa University sebagai Kampus Inovatif (Innovative Campus) terus melakukan berbagai upaya inovasi baik dalam konteks mencetak SDM mumpuni di kampus maupun dalam mendukung penguatan pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Bali.
Bahkan kampus yang berlokasi di Jalan Pulau Flores Nomor 5 Denpasar dan belum genap berusia setahun ini akan menjadi lembaga pendidikan yang pertama dan satu-satunya melakukan klasifikasi, kluster dan perangkingan terhadap UMKM Bali.
“Kami akan rancang sistem penilaian dan perangkingan terhadap UMKM Bali. Ini agar jadi semacam rapor bagi mereka agar bisa secara bertahap naik kelas,” kata Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn., yang menaungi Bali Dwipa University saat ditemui di Denpasar, Rabu (13/3/2019).
Pria yang juga calon angggota DPD RI dapil Bali nomor urut 37 itu menambahkan pihaknya tengah menyusun indikator untuk mengklarifikasi dan merangking UMKM Bali ini. Misalnya dari sisi leadership (kepemimpinan bisnis), strategi bisnis seperti bagaimana mengelola customer dan market, informasi bisnis, tenaga kerja serta operasional keseluruhan.
Kemudian, kata Adnyana, para UMKM ini akan dilihat apakah bisa mencapai excellent dari lima sudut pandang yakni leadership, pelanggan, bagaimana tenaga kerja pandang organsiasi, kinerja keuangan dan dari sisi pasar.
“Misalnya ada UMKM asetnya besar tapi belum tentu bisa excellent jika tidak excellent dari lima sudut pandang ini dan memenuhi semua indikator yang ada,” kata pendiri Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali) dan Universitas Bali Dwipa itu..
Nantinya para UMKM ini akan diklasifikasikan dan dirangking menjadi beberapa kelas dari yang paling bawah hingga yang paling tinggi atau excellent. Yakni Early Development, Early Result, Early Improvement, Good Performance, Emerging Industry Leader, Industry Leaders, Benchmark Leader dan yang paling tinggi kelasnya adalah World Class.
“Jadi UMKM walau modal usahanya kecil pun bisa excellent sebaliknya yang besar belum tentu bisa excellent. Jadi perangkingan ini bisa ubah persepsi pada UMKM. Ini seperti nilai TOEFL atau rapor sehingga mereka tahu dimana posisinya,” ujar Adnyana.
Perangkingan UMKM ini juga bisa menjadi bagian mendefinisikan ulang UMKM sehingga tidak hanya didefinisikan dari sudut pandang jumlah modal tapi bagaimana kinerja bisnis mereka dan sesuai kelas atau perangkingan yang disusun ini.
Sesuai pasal 6 UU RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) disebutkan kriteria dari UMKM ini. Kriteria Usaha Mikro adalah (a) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Kriteria Usaha Kecil adalah (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta
sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp2,5 miliar.
Sedangkan Kriteria Usaha Menengah adalah (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 miliar.
Jadi Acuan Progam Pemerintah Kuatkan UMKM
Adnyana yang lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang itu menegaskan konsep untuk perangkingan UMKM Bali ini sudah matang dan menjadi bentuk pengabdian masyarakat dari Bali Dwipa University kepada pemerintah dan perekonomian Bali.
Diharapkan hasil perangkingan ini bisa jadi acuan pemerintah menyusun kebijakan dan program untuk meningkatkan kelas UMKM Bali termasuk bagaimana pelaku UMKM sendiri agar tahu apa yang harus dilakukan.
“Kami ingin berikan nilai tambah pada masyarakat, pelaku UMKM dan pengembangan usahanya agar tahu apa yang harus dikerjakan untuk bisa UMKM naik kelas,” ujar Adnyana yang juga pernah aktif di sejumlah organisasi seperti Pemuda Hindu Indonesia (PHI) dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) itu.
Direncanakan assessment dan perangkingan UMKM Bali ini akan dijadwalkan mulai pada September 2019. “Kami mulai pilot projectnya dari Bali. Semoga ke depan akan jadi program nasional ,” tegas kata mantan Koordinator Daerah Bali DPP Partai Hanura itu.
Adnyana juga mengaku gembira hingga penghujung tahun 2018, kondisi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Provinsi Bali mencatatkan capaian yang menggembirakan dari sisi jumlah pelaku UMKM. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, hingga 31 Desember 2018 jumlah UMKM di Provinsi Bali tercatat sebanyak 326.009 UMKM yang tersebar di sembilan kabupaten/kota.
Jumlah UMKM Bali Terus Meroket
Jumlah ini meningkat sebanyak 13.042 atau sebesar 4 persen dibandingkan data Desember tahun 2017 dimana UMKM Bali hanya berjumlah 312.967. Peningkatan signifikan ini pun membawa rasio kewirausahaan di Bali naik drastis menjadi 8,38 persen jauh di atas rata-rata nasional yang kisaran mendekati 4 hingga 5 persen.
Dari 326.009 UMKM yang tersebar di sembilan kabupaten/kota rinciannya jumlah UMKM terbanyak ada di Gianyar (75.412 UMKM) disusul Bangli (44.068 UMKM), Tabanan (41.459 UMKM), Karangasem (39.589 UMKM).
Lalu Buleleng (34.552 UMKM), Denpasar (31.826 UMKM), Jembrana (27.654 UMKM), Badung (19.688) dan paling sedikit ada di Klungkung (11.761 UMKM).
Di sisi lain kesadaran UMKM mengurus Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) juga semakin meningkat. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, pada tahun 2018 tercatat ada 15.387 pengajuan IUMK sementara hanya ada 13.481 IUMK yang diterbitkan atau disetujui.
Rinciannya terbanyak di Kabupaten Gianyar sebanyak 5.633 IUMK, disusul Kota Denpasar 3.721 IUMK, Buleleng 1.183 IUMK, Karangasem 1.157 IUMK. Lalu Jembrana 970 IUMK, Tabanan 361 IUMK, Bangli 289 IUMK, Badung 165 IUMK dan paling sedikit alis buncit tercatat di Klungkung yakni hanya 2 IUMK. (wid)