Waspada Karma Pala Politik, Togar Situmorang: Caleg Permainkan Bansos Pura Bisa “Tenggelam” hingga “Kena Kutuk”

Denpasar (Panglimahukum.com)-

Advokat senior yang dijuluki “panglima hukum” Togar Situmorang S.H.,M.H., M.A.P., mengaku miris jika ada oknum anggota DPRD yang juga caleg petahana sampai berani-beraninya mempermainkan dan menyalahgunakan dana bansos untuk pembangunan pura.

Baginya hal itu bukan hanya melanggar hukum dan menjadi ajang korupsi tapi juga bentuk pengingkaran pada keyakinan umat Hindu bahwa pura itu tempat suci, sakral yang wajib dijunjung tinggi kesuciannya jangan dinodai dengan prilaku kotor para koruptor.

“Umat Hindu dan masyarakat Bali mengenal adanya karma pala. Dan saya yakin dalam politik karma pala itu bisa berlaku sengat cepat. Jadi caleg yang permainkan dana bansos pura bisa tenggelam tidak dipilih lagi bahkan bisa kena kutuk,” kata Togar Situmorang ditemui di kantor hukumnya Law Firm Togar Situmorang & Associates, Denpasar, Rabu (13/3/2019).

Pria yang juga caleg pendatang baru di DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari Partai Golkar ini menegaskan di tahun politik ini penyaluran dana bansos memang rawan disalahgunakan atau diselewengkan untuk kepentingan politik pribadi caleg petahana.

Modusnya pun beragam bisa misalnya dengan penyaluran dana bansos yang difasilitasi caleg petahana untuk masyarakat jumlahnya dipotong alias disunat sekian persen. Contohnya dana yang cair dari pemerintah 200 juta tapi bisa saja sekian persen bahkan setengahnya diminta kembali oleh oknum anggota sebagai semacam succes fee yang uangnya bisa digunakan untuk kepentingan pribadi maupun kampanye pencalegan.

Modus lainnya bisa saja pemerintah dikibuli dengan adanya bansos fiktif dimana bangunan pura yang diajukan dalam proposal berbeda dengan fakta di lapangan. Misalnya saat proposal diajukan disebutkan pura A di suatu lokasi tapi saat verifikasi tim dinas terkait ke lapangan malah ditunjukkan pura lain yang sebelumnya memang sudah ada. Jadi tidak ada pembangunan pura baru.

“Jadi penyimpanan dana bansos seperti itu membuka celah korupsi bagi oknum anggota legislatif yang memfasilitasi bansos itu,” tegas Togar Situmorang yang kini tengah menyelesaikan pendidikan Doktor (S-3) Ilmu Hukum Universitas Udayana.

Dukung Penegak Hukum Usut Bansos Pura di Klungkung

Di sisi lain tokoh anti korupsi dan anti intoleransi ini juga mendorong aparat penegak hukum menindaklanjut laporan yang dilayangkan perwakilan masyarakat Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Wayan Muka Udiana ke sejumlah lembaga penegak hukum di Bali terkait dugaan penyalahgunaan dana hibah bansos pembangunan pura di Nusa Penida yang difasilitasi Ketua DPRD Klungkung Wayan Baru.

Terlebih setelah ramai dan viralnya pemberitaan dugaaan penyalahgunaan bansos oleh orang nomor satu di legislatif Klungkung ini, warga penerima bansos ramai-ramai mengembalikan dana bansos ini ke Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Klungkung seperti terlihat Senin (11/3/2019).

Togar menilai tentu hal ini mengindikasikan ada fakta kuat dan bukti ketidakberesan dan kejanggalan bahkan penyimpangan dalam penyaluran dana hibah yang difasilitasi Ketua DPRD Klungkung ini.

“Kalau ada pengembalian kan berarti ada apa-apanya. Seperti orang yang terduga atau ketahuan korupsi mengembalikan uang ke pemerintah dengan harapan tidak dihukum. Tapi proses hukum pidananya kan harus tetap berjalan,” tegas pria yang dikenal sebagai advokat dan banyak memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum.

Di sisi lain Togar juga menyoroti menjelang Pileg 2019, jatah fasilitasi bansos kepada masyarakat konstituennya kerap menjadi salah satu bargaining politik anggota legislatif petahana. Dengan iming-iming bansos, caleg petahana berharap dapat mengamankan suara di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.

Celakanya lagi, selama ini terkesan dana bansos ini hanya menjadi alat politik anggota Dewan. Penyalurannya ke masyarakat pun tergantung kemauan anggota Dewan. “Hibah bansos sering hanya diberikan kepada orang dekat. Siapa yang disukai itu yang dikasi.

“Jadi sangat subjektif dan diskriminatif dengan kriteria yang sumir. Maka penyaluran dana bansos ini membuka juga ruang KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) di lingkaran anggota legislatif,” tegas Togar Situmorang. (wid)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here