Denpasar, Panglimahukum| Pendaftaran Penerimaan Siswa Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023 memang sudah selesai dan pembelajaran tatap muka (PTM) sudah berjalan efektif sejak 18 Juni 2022. Namun menyisakan persoalan lantaran banyak sekolah swasta kekurangan murid/siswa. Bahkan ada diantaranya mendapat siswa baru tidak lebih dari hitungan jari. Sehingga lambat laun, sekolah tersebut ‘mati suri’ dan terancam tutup operasional. Miris!!
Menyoal hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik/Praktisi Hukum dan Advokat kondang, Dr. Togar Situmorang, S.H.,M.H., MAP., C.Med., CLA., menyoroti khusus kinerja Ombudsman RI Provinsi Bali yang pada saat lalu membuka ‘Posko Pengaduan PPDB’ di halaman kantornya di Jalan Melati, Denpasar.
Dilansir dari media beritafajartimur.com, ia menilai institusi Ombudsman RI yang didirikan untuk mengawasi masalah terkait kebijakan publik itu semestinya bekerja sesuai Tupoksi (tugas pokok dan fungsi, red) badan pengawas, sehingga lembaga itu benar-benar menjadi tumpuan harapan masyarakat dalam mengontrol dan mengawasi kinerja eksekutif dan legislatif.
“Agar diketahui, Ombudsman itu didirikan Presiden, karenanya dibawah komando Presiden secara langsung dan bertanggung jawab kepada Presiden langsung pula. Karena itu, ekspektasi masyarakat terhadap Ombudsman RI sangat tinggi dalam konteks pengawasan kinerja aparatur negara, baik eksekutif, legislatif maupun hal lainnya. Nah terkait didirikannya Posko Pengaduan PPDB lalu, saya menilai tidak efektif. Karena semestinya, ada Posko Pengaduan harus dibarengi dengan kerja keras aparat Ombudsman untuk mengawasi pelanggaran pelaksanaan PPDB di lapangan. Bukan menunggu laporan atau pengaduan masyarakat baru bertindak. Ini jelas-jelas sangat tidak efektif,” kata Togar Situmorang yang dijuluki Panglima Hukum tersebut saat diwawancarai media ini di kantornya, Jalan Gatot Subroto Timur Nomor 22, Denpasar pada Selasa, 26 Juli 2022.
Baca juga: Dr. Togar Situmorang: Sebuah Hukuman harus Setimpal dengan Kejahatannya
Baca juga: Buntut Tidak Cair Dana Deposito, Sebuah Koperasi di Mengwi Dilaporkan ke Polda Bali
Ia bahkan berkata lebih keras lagi mengatakan untuk membubarkan Ombudsman bila kinerjanya seperti itu karena menghabiskan anggaran negara, namun ekspektasi lembaga itu tidak sesuai harapan masyarakat. “Bila perlu bubarkan Ombudsman itu kalau kinerjanya tidak sesuai harapan masyarakat,” kata Togar.
Akibat dari kurang efektifnya kinerja Ombudsman dalam pengawasan PPDB lalu, sekolah-sekolah swasta yang berada di Bali saat ini terancam ditutup operasionalnya lantaran tidak dapat siswa.
“Ada pelanggaran kelebihan kuota siswa di sekolah-sekolah negeri yang secara kasat mata dilihat dari sisi aturan per rombongan belajar atau perkelas, aturannya kan sudah jelas. Untuk SMP berapa per Rombel. Untuk SMA/SMK berapa. Kalau toh lebih…ya maksimal 5 siswa perkelas tentunya masih wajarlah. Ini bisa lebih dari 50 siswa perkelas, bahkan ada beberapa sekolah terpaksa menggusur ruang komputer untuk menampung siswa agar bisa belajar. Dan ada pula sekolah yang juga terpaksa proses belajar mengajarnya dilaksanakan di Aula sekolah tersebut, sehingga nampak seperti siswa lagi ikut seminar. Ini kan tidak sehat! Masa hal itu tidak dilihat Ombudsman sebagai pelanggaran?,” ungkap Togar, yang membuka beberapa kantor Advokat di Bali, Bandung dan Jakarta.
Tak hanya itu, Togar juga menyoroti munculnya fenomena dugaan ‘jalur khusus’ atau ‘jalur belakang’ yang dilakukan eksekutif dan terutama anggota legislatif demi konstituen mereka.
“Sangat disayangkan adanya jalur khusus ini yang dibikin bapak-bapak di DPR ini. Saya paham bapak-bapak dan ibu-ibu di DPR ini berbuat sesuatu demi konstituen mereka. Tapi ini kan merusak tatanan aturan yang mereka buat sendiri. Mereka buat aturan agar masyarakat patuhi, tapi mereka sendiri melanggar,” kata Togar sembari geleng-geleng kepala.
Di lain pihak, Togar juga melihat ‘pemaksaan kehendak’ yang dilakukan masyarakat (orang tua siswa, red) yang maunya putra dan putri mereka harus masuk dan diterima di sekolah negeri dengan pertimbangan biaya murah.
“Saya juga melihat masyarakat kita yang memaksakan kehendak agar anaknya diterima di sekolah negeri dengan memanfaatkan kedekatannya dengan anggota dewan, sehingga si anggota dewan tersebut mau tidak mau menggunakan ‘kekuasaannya’ untuk membantu melalui jalur khusus yang tidak resmi tadi,” sesal Togar.
Mendapatkan pendidikan adalah hak setiap warga negara. Hal itu dijamin oleh Undang-undang Dasar 45 Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun perlu pula hak-hak mendapatkan pendidikan dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa ini berkeadilan.
Karenanya, dalam pandangan Togar Situmorang, dalam konteks sekolah swasta harus menjadi perhatian masyarakat, terutama pemerintah agar tetap eksis. Bukan sekedar eksis, tapi peranan sekolah swasta dalam rangka membantu pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini harus didukung dengan tegaknya regulasi yang dibuat pemerintah sebagai katalisator.
“Pemerintah harus berada di tengah antara Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta. Tidak boleh ada keberpihakan. Ini peran pemerintah sebagai katalisator pembangunan sekolah-sekolah ini. Baik negeri maupun swasta. Jangan ada yang dianaktirikan. Sekarang ini kelihatannya, pemerintah lebih fokus mengurus sekolah negeri ketimbang swasta. Jadinya sekolah swasta mati enggan, hidup tak mau. Padahal kedua jenis sekolah ini sama-sama mengemban tugas mulia dan menjalankan amanah UUD 45 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa,” tutur Togar.
“Maka, ketika problemnya sekarang sekolah swasta tidak dapat siswa ataupun dapat tapi tidak memenuhi kuota, ini kan harus dicarikan jalan keluarnya. Dan satu-satunya jalan ialah menegakkan kembali aturan kuota sekolah negeri sesuai aturan Undang-Undang Sisdiknas (sistem pendidikan nasional, red),” pinta Togar.(*/02)