Gianyar – Advokat sekaligus Panglima Hukum Bali, Dr. Togar Situmorang, menyampaikan keberatannya atas lamanya proses penahanan yang dilakukan oleh Penyidik RPK Polda Bali terhadap kliennya, KK (34). KK ditahan sejak 17 Oktober 2024, dengan masa penahanan yang terus diperpanjang.
Penahanan pertama berlangsung hingga 5 November 2024. Setelah itu, dimohonkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan memperpanjang masa penahanan mulai 6 November 2024. Selanjutnya, masa penahanan dimohonkan lagi oleh penyidik sehingga diperpanjang lagi oleh Ketua Pengadilan Negeri Denpasar untuk periode 16 Desember 2024 hingga 14 Januari 2025. Pada 15 Januari 2025, Melalui Ketua PN Denpasar Penyidik kembali memperpanjang masa tahanan KK hingga 13 Februari 2025.
Dr. Togar Situmorang menyayangkan perpanjangan-perpanjangan ini dan menilai bahwa proses hukum yang dilakukan kurang mencerminkan asas keadilan dan kesetaraan. Ia berharap penyidik dapat lebih menjunjung tinggi prinsip penegakan hukum yang adil sesuai ketentuan undang-undang.
“Penegakan hukum seharusnya dilakukan dengan asas keadilan, tidak hanya semata-mata memenuhi prosedur, tetapi juga memberikan rasa keadilan bagi semua pihak, termasuk bagi mereka yang sedang dalam proses hukum,” ungkapnya.
Dasar Hukum Penahanan
Penahanan diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), khususnya Pasal 20 hingga Pasal 29. Masa penahanan memiliki batas waktu tertentu tergantung pada tingkat pemeriksaan:
- Penyidikan: Maksimal 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari oleh Kejaksaan (Pasal 24 KUHAP).
- Penuntutan: Maksimal 20 hari dan dapat diperpanjang 30 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 25 KUHAP).
- Pengadilan (Tingkat Pertama): Maksimal 30 hari dan dapat diperpanjang 60 hari (Pasal 26 KUHAP).
Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri
Berdasarkan kronologi, Ketua PN Denpasar melakukan perpanjangan penahanan KK pada dua periode (16 Desember 2024–14 Januari 2025 dan 15 Januari 2025–13 Februari 2025). Penetapan ini sesuai dengan Pasal 29 KUHAP, yang memungkinkan perpanjangan penahanan dengan alasan tertentu, seperti kebutuhan kelengkapan berkas atau pemeriksaan tambahan. Namun, asas kepastian hukum harus tetap dijaga.
Asas Kepastian Hukum dan Keadilan
Dalam KUHAP, setiap tersangka atau terdakwa memiliki hak atas perlakuan yang adil, termasuk tidak boleh ditahan tanpa alasan yang sah (Pasal 21 KUHAP). Perpanjangan penahanan berulang kali, jika tidak dibarengi dengan perkembangan signifikan dalam proses penyidikan atau penuntutan, dapat dianggap melanggar asas keadilan dan kepastian hukum. Hal ini sejalan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak atas kepastian hukum yang adil.
Dr. Togar Situmorang bersama tim tidak menutup kemungkinan akan mengajukan praperadilan (Pasal 77 KUHAP) untuk mempersoalkan keabsahan penahanan kliennya, jika ia menilai bahwa perpanjangan tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum atau melanggar hak-hak tersangka.
Kesimpulannya, meskipun perpanjangan masa penahanan telah dilakukan sesuai prosedur formal, asas keadilan harus tetap diperhatikan agar penegakan hukum tidak hanya sekadar memenuhi persyaratan administratif, tetapi juga mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia.