Fakultas Hukum Unmas Denpasar gelar Kuliah Umum Kupas 14 Pasal dalam RKUHP

Mahasiswa peserta kuliah umum Fakultas Hukum Unmas Denpasar, Selasa (27/9/2022)

Denpasar, Panglimahukum| Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar kembali menggelar kuliah umum guna mengupas 14 pasal yang termasuk dalam RKUHP.

Dekan FH Unmas Denpasar Dr. Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, S.H., M.Hum. menegaskan, revisi KUHP ini memang perlu dilakukan, mengingat KUHP sekarang ini merupakan produk hukum warisan kolonial Belanda, yang dalam perjalanannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia.

“Dan itu (KUHP) juga sudah tidak relevan dengan sistem hukum pidana yang ideal di Indonesia saat ini,” tegasnya, Selasa (27/9/2022).

Kuliah umum yang dilaksanakan di Aula Ganesha Lantai IV Unmas Denpasar diikuti oleh mahasiswa FH Unmas Denpasar semester 1 dan 3 tahun ajaran 2022 secara hybrid (daring dan luring) dengan mendatangkan narasumber Eka Agustina, S.H., M.H. Perancang Peraturan Perundang-undangan Pertama pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali dan Ni Luh Gede Yogi Arthani, S.H., M.H. dosen FH Unmas Denpasar sebagai moderator.

“Sebagai akademisi, kita wajib mendiskusikan permasalahan hukum khususnya yang ada di Pulau Bali ini. Kenapa demikian? karena RKUHP ini menyangkut bangsa, menyangkut masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara, tidak hanya persoalan hukum, melainkan juga adat, agama, sosial, serta moral yang harus masyarakat ketahui,” ujar mantan Ketua KPU Provinsi Bali periode 2003-2013.

Dalam kesempatan itu, Lanang yang juga hadir sebagai pembicara, mengajak dan mengimbau mahasiswa peserta kuliah umum untuk bisa menjadi edukator kepada masyarakat sekitarnya.

Adapun ke-14 pasal tersebut adalah, tentang hukum adat (pasal 2 dan 601 RKUHP), pidana mati (pasal 67 dan 100 RKUHP), penghinaan presiden (pasal 218 RUU KUHP), tindak pidana menyatakan diri memiliki kekuatan gaib untuk mencelakakan orang (pasal 252 RKUHP), penghapusan pasal tentang dokter/dokter gigi, membiarkan unggas yang merusak kebun/tanah yang telah ditaburi benih (pasal 277 RUU KUHP), tindak pidana gangguan dan penyesatan proses peradilan (pasal 280 RUU KUHP), penghapusan tindak pidana advokat curang, penodaan agama (pasal 302 RUU KUHP), tindak pidana penganiayaan hewan (pasal 340 ayat (1) RUU KUHP), tindak pidana mempertunjukan alat pencegah kehamilan kepada anak (pasal 412 RUU KUHP), penggelandangan (pasal 429 RKUHP), aborsi (pasal 467 RUU KUHP), serta tindak pidana perzinaan (pasal 415 RUU KUHP) meliputi kohabitasi (pasal 416 RUU KUHP) dan perkosaan dalam perkawinan (pasal 477 RUU KUHP).

Sementara, Eka Agustina lebih menekankan sejarah perkembangan RUU KUHP yang dalam perjalanannya sudah memasuki hampir satu abad yaitu 97 tahun.

Dirinya menerangkan, Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie (WvS) Stb Nomor 732 tahun 1915 yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 1918, ditetapkan sebagai peraturan hukum pidana nasional di Indonesia pada tahun 1958 sesuai Undang-undang Nomor 1 tahun 1946.

“Namun di tahun yang sama, yaitu 1958, upaya pembaruan KUHP sudah mulai terlihat dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional atau LPHN,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dirinya menjelaskan, perkembangan RUU KUHP saat ini sudah menjadi prioritas utama pemerintah dalam pengerjaannya. Hal ini ditandai masuknya RUU KUHP dalam Prolegnas jangka menengah tahun 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas 2022 berdasarkan Keputusan DPR RI nomor 8/DPR/RI/II/2021-2022.(*/01)