Setelah adanya pemberitaan pihak kepolisian menerbitkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) atas kasus pidana yang melibatkan notaris mencuat di media massa, Koalisi Bali Anti Korupsi (KBAK) menyurati Polresta Denpasar.
“Kami mempertanyakan mengapa Polresta Denpasar bisa mengeluarkan SP3 atas kasus pidana yang melibatkan notaris Widastri,” kata
Ida Bagus Kartika selaku Kordinator Lapangan KBAK ditemui di Denpasar, Sabtu (16/2/2019).
Padahal, Kartika menjelaskan, sebagaimana diketahui kasus tindak pidana penipuan yang melibatkan pejabat dalam Pasal 266 KUHP ini murni kasus pidananya. “Artinya kasus yang proses hukumnya harus tetap diproses karena ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun,” ungkap Kartika.
Sebagaimana diketahui, kasus ini berawal dari I Wayan Wakil yang melaporkan Notaris Ni Wayan Widastri ke Polresta Denpasar tentang tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik (dalam hal ini sertifikat tanah) terkait asus sengketa lahan seluas 3,8 hektare di Balangan, Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Polresta Denpasar menetapkan dua orang tersangka yakni Anak Agung Ngurah Agung dan notaris Wayan Widastri menjadi tersangka pada 19 September 2018 lalu.
Namun belakangan anehnya malah muncul SP3 yang terbit setelah SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dikirim ke pihak Kejaksaan Denpasar dan pihak kepolisian juga menang dalam gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang dilakukan Widastri.
Sebab Widastri kalah praperadilan, menurut Kartika status tersangka ini sah dan harus dilanjutkan proses hukumnya bukannya malah di-SP3-kan.
Ia juga menjelaskan alasannya mengirim surat dan mempertanyakan tentang SP3 tersebut ke Polresta Denpasar karena kasus ini semuanya tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum.
“Menurut kami pemalsuan dalam surat-surat lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat. Yaitu kepercayaan kami masyarakat kepada isi surat-surat yang dikeluarkan oleh pejabat-pejabat,” ujarnya.
Kartika mengatakan hal ini dilakukan guna memberikan kepastian kepada masyarakat Bali. Ini juga sebagai bentuk peran Koalisi Bali Anti Korupsi yang mewakili masyarakat Bali dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Kami masyarakat Bali sangat kritis sekali tentang kejadian-kejadian seperti ini. Apalagi kejadian seperti ini terjadi di Pulau Bali kami tercinta ini,” katanya.
Ia menilai penerbitan SP3 ini juga sangat berkaitan dengan kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Maka KBAK tidak mau institusi Polri yang memiliki selogan mengayomi malah diintervensi atau menyeleweng dengan mementingkan kepentingan segelintir orang.
Apalagi Klementerian ATR/BPN juga sudah melakukan perjanjian kerja sama atau Memorandum Of understanding (MOU) dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk mencegah dan memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia.
“Hal ini juga yang memantapkan kami untuk mengirim surat tembusan ke Polda Bali, Polri dan KPK. Satpol PP juga sudah kami surati karena di atas tanah Balangan Paradise tersebut terdapat beberapa bangunan hostel, restoran, dan pengelolaan parkir yang diduga dikelola tanpa izin,” ungkapnya.
Pihaknya hanya mau kasus ini jelas adanya sebab transparansi yang dibutuhkan. “Agar kami masyarakat Bali tidak menilai diluar dari fakta-fakta hukum yg sebenarnya,” tutup Kartika. (dan)