Panglima Hukum Togar Situmorang Dorong Penegak Hukum Usut Tuntas Praktik Jual Beli Jabatan di Pemprov Bali

Foto: Advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.AP.

Denpasar (Panglimahukum.com)-

Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan komitmennya untuk memberantas modus dan praktik jual beli jabatan yang diduga sempat terjadi di lingkungan pemprov setempat pada era sebelum kepemimpinannya.

Terkait hal ini, advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.AP., mendukung penuh hal tersebut. Ia juga mendorong aparat penegak hukum agar mengusut tuntas adanya dugaan praktik jual beli jabatan sebagaimana disampaikan Gubernur Koster.

“Aparat penegak hukum harus masuk dengan stetmen Pak Koster bahwa ada dugaan praktik jual beli jabatan di Pemprov Bali pada kepemimpinan sebelumnya,” kata Togar Situmorang ditemui di kantornya Law Firm Togar Situmorang & Associates, Jalan Gatot Subroto Timur nomor 22 Denpasar, Senin (12/8/2019).

Jika memang ada praktik jual beli jabatan pada kepemimpinan sebelumnya, apa masih bisa dibongkar? Ditanya demikian Togar  Situmorang menegaskan hal tersebut masih bisa dibongkar sepanjang ada good will (niat baik) dan political will (kemauan politik) Gubernur Bali saat ini.

“Jika ada praktik jual beli jabatan pada kepemimpinan sebelumnya itu masih bisa dibongkar jika pemimpin saat ini yakni itu terjadi dan dia punya bukti dan ada saksi. Jadi laporkan saja itu kepada aparat penegak hukum,” ungkap advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Best Winners – Indonesia Business Development Award ini.

Gubernur Koster diharapkan harus berani membuat terobosan dan aksi nyata. Kalau ada indikasi dan bukti praktik jual beli jabatan di Pemprov Bali pada kepemimpinan sebelumnya, Gubernur Koster harus berani mengungkapkannya secara gamblang.

“Gubernur juga harus berani membuat laporan resmi lewat Sekda atau Inspektorat kepada aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian,” tegas Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali ini.

Menurut Togar Situmorang juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi (GNPK-RI) Provinsi Bali ini adanya pernyataan Gubernur Koster akan menghilangkan budaya jual beli jabatan, ini sama artinya mencoreng pejabat atau pemimpin yang lalu.

“Ini kan tidak fair namanya. Jadi dia berani mengungkapkan diduga ada jual beli jabatan tapi tidak berani mengungkapkan kebenarannya,” ujar advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019 ini.

Jangan Hanya Buat Gaduh

Menurutnya pernyataan Gubernur Koster tersebut jangan-jangan hanya membuat gaduh pemerintahan masa lalu. “Entah zamannya Pak Mangku Pastika-Sudikerta atau Pak Mangku Pastika dengan Puspayoga,” katanya lagi.

“Makanya saat kami dengar Pak Koster mau bersih-bersih praktik jual beli jabatan di satu sisi bagus tapi di sisi lain tidak koordinasi dengan aparat hukum. Ini sama artinya dia menuduh pemerintahan masa lalu tidak bersih pemimpinnya dan untuk mengisi jabatan tertentu harus membayar,” ujarnya.

“Ini tidak bagus. Saya minta dengan sangat mantan Sekda terdahulu harus bersuara,” harap advokat yang juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon Denpasar Bali & juga merupakan rekanan OTO 27 yaitu bisnis usaha yang bergerak di bidang, Insurance AIA, Property penjualan Villa, Showroom Mobil, Showroom Motor, Coffee Shop yang beralamat di Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Denpasar ini.

Togar Situmorang pun mendorong kasus ini diusut tuntas. Ia meminta aparat penegak hukum peka dengan pernyataan Gubernur Koster.

“Aparat penegak hukum harus masuk dan minta data-data dari dugaan praktik jual beli jabatan di Pemprov Bali ini. Gubernur Koster juga harus berani buka data,” harap advokat yang terdaftar di dalam 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank ini.

Harus Gandeng KPK

Untuk mencegah dan memutus “lingkaran setan” praktik jual beli jabatan ini makin “menggila” di Pemprov Bali, Togar Situmorang yang juga pengamat kebijakan publik ini berharap Gubernur Koster menggandeng KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

“Supaya pemerintahan kelihatan bersih seperti di Denpasar, Gubernur harus berani menggandeng KPK dalam supervisi pengisian jabatan di Pemprov Bali agar ciptakan pengisian jabatan bersih tanpa transaksi,” kata

“Disitu buat Fit and Proper Test serta Pakta Integritas tapi ada juga KPK yang mengawasi dan supervisi. Sebab diantara para aparatur penegak hukum yang masih dipercaya saat ini adalah KPK yang dianggap masih bersih,” imbuhnya.

“Jadi agar betul-betul kita yakin pernyataan Gubernur ini bukan hanya sebagai hak tawar. Dalam arti kata hanya stetmen, pameo dan lips servis saja,” tutup advokat yang punya komitmen “Siap Melayani Bukan Dilayani” ini.

Gubernur Koster Pangkas Praktik Jual Beli Jabatan

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan komitmennya untuk memangkas modus dan praktik jual beli jabatan yang diduga sempat terjadi di lingkungan pemprov setempat pada era sebelum kepemimpinannya.

“Pengisian jabatan, promosi dan mutasi harus profesional, basisnya kompetensi orang yang akan menjalankan tugas itu, untuk menjalankan tupoksi organisasi agar berjalan baik,” kata Koster, di Denpasar, Selasa (30/7/2019) sebagaimana dilansir dari Antara Bali.

Orang nomor satu di Bali itu menyatakan melarang keras adanya praktik jual beli jabatan. “Sekarang saya mengisi pejabat eselon II, III, dan IV ‘nggak ada bayaran,” ucapnya saat menyampaikan sambutan pada acara Workshop Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional itu.

Untuk mengisi pejabat eselon II, lanjut Koster, sebelumnya dibentuk panitia seleksi yang unsurnya tiga orang dari jajaran Pemprov Bali (Sekda, Kepala BKD dan Inspektur Provinsi Bali) dan empat orang dari pihak perguruan tinggi.

Dalam proses seleksi juga sudah jelas parameter yang digunakan menyangkut kompetensi dan penempatan pejabat yang dibutuhkan.

Untuk proses penentuan sejumlah pimpinan OPD beberapa waktu lalu yang telah dilantik, Koster bersama Wagub dan Sekda Bali juga sepakat menentukan pilihan bahwa yang meraih nilai tertinggi dari hasil seleksi yang dilantik. Meskipun dari aturan, Gubernur berwenang juga untuk memilih kandidat salah satu dari tiga besar peraih nilai terbaik hasil seleksi.

Koster mendapatkan informasi bahwa sebelumnya untuk menjadi pejabat setingkat eselon II di lingkungan Pemprov Bali, para calon harus membayar hingga ratusan juta rupiah. Setengahnya harus dibayarkan sebelum pelantikan, dan pelunasannya setelah pelantikan.

Dan celakanya, menurut Koster, sudah ada oknum calon pejabat eselon II yang membayar setengahnya dengan cara meminjam uang di bank dan kepada salah satu kepala dinas.

Sebelum Koster menjadi Gubernur Bali, oknum calon pejabat itu sudah mengikuti seleksi dan kala itu meraih peringkat pertama. Namun, karena terkait proses Pilgub Bali kala itu akhirnya belum dilantik.

Setelah Koster dilantik menjadi Gubernur Bali, oknum pejabat tersebut kembali mengikuti seleksi pejabat eselon II, namun tidak berhasil meraih peringkat tiga besar dan sudah tentu tidak bisa dilantik.

Oleh karena oknum ASN yang gagal menjadi pejabat eselon II itu sudah telanjur membayar uang sogokan, akhirnya harus membayar uang pinjaman dengan penghasilan yang ada. “Karena harus mencicil pinjaman, akibatnya yang bersangkutan membuat perjalanan dinas sering-sering untuk mendapat tambahan penghasilan,” ucap Koster. (phm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here